JAKARTA, iNewsTangsel.id - Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima kunjungan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani beserta stafnya untuk membahas dugaan tindak pidana korupsi/fraud dalam pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Jaksa Agung menjelaskan bahwa kredit ini terbagi dalam beberapa tahap (Batch), dengan Batch 1 melibatkan 4 perusahaan yang diduga melakukan fraud total Rp2,504 triliun, di antaranya PT RII (Rp1,8 triliun), PT SMS (Rp216 miliar), PT SPV (Rp144 miliar), dan PT PRS (Rp305 miliar).
"Perusahaan-perusahaan ini akan ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) untuk proses penyidikan," ujar Jaksa Agung.
Selanjutnya, Jaksa Agung mengumumkan bahwa akan ada Batch 2 dengan 6 perusahaan diduga fraud senilai Rp3 triliun dan 85 miliar masih dalam proses pemeriksaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, yang akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) untuk pemulihan aset.
Jaksa Agung mengingatkan perusahaan debitur Batch 2 untuk segera menyelesaikan kesepakatan dengan JAM DATUN, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan untuk menghindari proses pidana.
Perlu dicatat bahwa laporan mengenai kredit LPEI ini terdeteksi sejak tahun 2019 dan hingga saat ini status debitur perusahaan-perusahaan tersebut masih belum ditentukan.
Para perusahaan debitur ini bergerak dalam sektor kelapa sawit, batu bara, perkapalan, dan nikel. Menteri Keuangan menyatakan bahwa kunjungan ini menunjukkan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum terkait keuangan negara, mirip dengan penanganan kasus dalam Satgas BLBI.
Selanjutnya, Menteri Keuangan menegaskan bahwa LPEI akan terus menyelidiki kredit-kredit yang bermasalah serta bekerja sama dengan JAM DATUN, BPKP RI, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam satu Tim Terpadu.
"Negara mendukung LPEI dalam meningkatkan ekspor Indonesia dengan menerapkan tata kelola yang baik dan zero tolerance terhadap pelanggaran hukum, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009," tambahnya.
Editor : Hasiholan Siahaan