TAHERAN, iNewsTangsel.id - Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) PBB, Rafael Mariano Grossi, mengungkapkan kekhawatiran tentang potensi penargetan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.
Rafael menyatakan bahwa inspeksi IAEA terhadap fasilitas tersebut akan dilanjutkan pada Selasa (16/4/2024), seperti yang dilaporkan oleh The Jerusalem Post. Panglima militer Israel juga menyatakan pada Senin (15/4/2024) bahwa negaranya akan merespons serangan Iran yang terjadi beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, warga Iran juga cemas akan kemungkinan serangan balasan dari Israel atas serangan drone dan rudal Iran yang terjadi akhir pekan lalu.
Pemimpin politik dan militer Iran telah beberapa kali memperingatkan bahwa mereka akan menanggapi setiap serangan balasan dari Israel dengan meningkatkan ketegangan lebih lanjut.
Seorang guru di Kota Amol bernama Hesam mengungkapkan kekhawatiran tersebut pada Senin (15/4/2024), menyatakan bahwa tekanan ekonomi akan meningkat, keselamatan akan terancam, dan mereka harus menghindari konflik dengan segala cara karena tidak ingin berperang dan ingin melindungi dua anaknya.
Serangan Israel bisa menjadi pukulan terakhir bagi ekonomi Iran yang semakin lemah akibat sanksi, kebijakan yang salah, dan korupsi selama bertahun-tahun.
Parvaneh, seorang ibu dua anak dari Kota Yazd, menyatakan bahwa rakyat Iran telah cukup menderita selama bertahun-tahun, dan perang hanya akan membawa bencana. Dia menyebutkan bahwa suaminya bekerja di pabrik dan keluarganya bahkan kesulitan membeli kebutuhan pokok karena keterbatasan ekonomi.
Warga kelas menengah dan bawah Iran merasakan beban ekonomi yang berat, dengan inflasi mencapai lebih dari 50 persen, kenaikan tarif utilitas, pangan, dan perumahan, sementara nilai mata uang Rial mengalami penurunan tajam. Meskipun ada rasa bangga atas serangan balasan Iran terhadap kantor konsulat Israel di Suriah pada 1 April lalu, namun juga ada ketakutan.
Hossein Sabahi, seorang pegawai pemerintah di Kota Tabriz, menyatakan rasa bangganya terhadap serangan tersebut, menganggap bahwa Israel memulai konflik tersebut dan Iran harus membalasnya. Dia yakin bahwa Israel tidak mampu melakukan banyak hal terhadap Iran karena menganggap Iran memiliki kekuatan yang sangat besar.
Tak lama setelah serangan Iran terhadap Israel, stasiun televisi Pemerintah Iran menyiarkan sejumlah unjuk rasa di beberapa kota untuk mendukung Teheran. Sejumlah orang terlihat meneriakkan slogan "Kematian untuk Israel" dan "Kematian untuk Amerika."
Namun, pasar menunjukkan realitas pahit di balik dukungan tersebut. Kemungkinan perang mengancam nilai mata uang, dengan Rial yang turun drastis ke titik terendah, mencapai 705 ribu per dolar AS, menurut Bonbast.com.
Seorang pengusaha di Teheran mengatakan, "Masyarakat membeli mata uang keras sejak Ahad. Terdapat peningkatan pada bisnis saya karena ketakutan akan perang."
Penguasa Iran juga mungkin memiliki kekhawatiran tersendiri. Media Pemerintah Iran melaporkan bahwa unit intelijen Garda Revolusi Iran pada Ahad lalu mengeluarkan pernyataan mengejutkan yang memperingatkan agar tidak ada unggahan pro-Israel dari para pengguna media sosial Iran.
Beberapa oposisi dari kalangan ulama, baik di dalam maupun di luar Iran, menyuarakan dukungan mereka terhadap Israel. Seorang mantan pejabat di kubu moderat Iran mengatakan, "Banyak orang yang frustrasi karena kesengsaraan ekonomi dan pembatasan sosial. Serangan Israel dapat melepaskan kemarahan mereka yang terpendam dan menghidupkan kembali protes, yang merupakan hal terakhir yang dibutuhkan ketika dihadapkan oleh musuh asing."
Perasaan cemas semakin meningkat ketika beberapa pemerintah Barat mulai mengevakuasi keluarga para diplomat mereka. Hal ini mengingatkan warga Iran yang lebih tua akan suasana yang memanas pada saat Irak menginvasi pada tahun 1980 atau selama gejolak revolusi 1979.
Seorang insinyur bernama Mohammad Reza di Teheran mengatakan, "Orang asing yang meninggalkan Iran adalah pertanda bahwa kami akan diserang oleh Israel, kami akan semakin terisolasi, kami akan semakin sengsara." Dia, seperti yang lainnya, tidak mau menyebutkan nama lengkapnya.
Editor : Hasiholan Siahaan