Dari sisi logistik, panelis I Dewa Gede Karma Wisana, Ph.D, selaku Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, menekankan potensi kesulitan pengadaan pada daerah-daerah dengan tidak memadainya infrastruktur dan kondisi geografis yang menantang. “Di Sukabumi, yang sedang diujikan, biaya per porsi berkisar Rp 16.000,00, dan karena sekolahnya ada di atas bukit dan dapurnya ada agak jauh di bawah, akhirnya anak-anak yang harus ikut membawa makanannya”, tuturnya, menyoroti detil-detil teknis yang bila tidak dirancang masak-masak justru akan merugikan peserta didik. Penyediaan basis data yang kuat atas ketersediaan bahan pangan juga harus didorong dan dibarengi dengan pelibatan lembaga-lembaga riset pangan di daerah, yang dekat di lapangan dan mengerti mengenai kekhususan kondisi pangan tiap daerah.
Persoalan “skala program” dan bagaimana “memulai” program yang diwacanakan menjadi sangat masif ini juga menjadi sorotan bahasan akibat kapasitas pembiayaan di Indonesia yang terbatas. “Kita harus sadar, bahwa makan siang gratis ini tidak gratis,” ujar panelis Akhmad Akbar Susamto, Ph.D, Direktur Riset CORE Indonesia. Dengan hanya 28% belanja “diskresioner” dari APBN 2024, maka program Makan Siang Gratis hanya dapat dibiayai dengan mengurangi pembiayaan program-program pemerintah yang sudah ada atau dengan hutang luar negeri. Beliau menyoroti besarnya cicilan bunga hutang Indonesia yang sudah mencapai hampir 500 T per tahunnya dan menyarankan untuk tidak menambah beban hutang yang sudah tinggi rasionya terhadap penerimaan negara. “Semua bergantung pada skala pelaksanaan program”, tambahnya, dan menekankan bahwa penyediaan 400 T untuk skala penuh program sulit dicapai.
Forum PPI Jerman semenjak diinisiasi tahun 2021 bertujuan untuk menghadirkan panelis aktor-aktor pembuat kebijakan publik dan memantik pertukaran gagasan antar panelis dan mahasiswa diaspora. “Mahasiswa-mahasiswa di Jerman, meskipun jauh dari tanah air, kami harapkan untuk ikut aktif dalam membahas pelbagai isu serius, yang terkait dengan arah pembangunan di Indonesia,” tutur Sekretaris Jendral PPI Jerman yang akrab disapa Taqi. Agnia Dewi Larasati, Ketua Umum PPI Jerman perempuan pertama juga menambahkan, “Perhimpunan Pelajar Indonesia di luar negeri secara historis juga selalu berpartisipasi aktif dalam pembangunan di Indonesia, yang ditunjukkan sendiri oleh banyak founding fathers Indonesia persis seabad lalu di Belanda. Sehingga, kami ingin meneruskan tradisi itu.”tutupnya.
Editor : Hasiholan Siahaan