get app
inews
Aa Text
Read Next : Nojorono Kudus Dorong Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Padat Karya

Kampanye Anti-Rokok di Indonesia Masif, Bukti LSM Ingin Hancurkan IHT?

Minggu, 18 Mei 2025 | 20:23 WIB
header img
Industi Hasil Tembakau (IHT) nasional terus mengalami tekanan dari masifnya kampanye anti-rokok yang disuarakan secara berkelanjutan oleh berbagai LSM nasional. Foto: ilustrasi

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Industi Hasil Tembakau (IHT) nasional terus mengalami tekanan dari masifnya kampanye anti-rokok yang disuarakan secara berkelanjutan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM). 

Pesan utamanya adalah rokok berbahaya bagi kesehatan sehingga perlu diatur melalui regulasi yang ketat. 

Pesan tersebut pun diakomodasi Kementerian Kesehatan melalui Undang Undang Kesehatan 17/2023 yang diturunkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan didetailkan pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes). 

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto, menjelaskan isu kesehatan yang sampai saat ini menerpa IHT nasional merupakan propaganda asing. 

Hal ini dibuktikan dengan terus hadirnya regulasi yang eksesif bagi IHT pasca Badan Kesehatan Dunia menetapkan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control), yang sampai kini belum diratifikasi Pemerintah Indonesia. 

Adapun berbagai regulasi yang eksesif tersebut antara lain Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengaman Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, UU 17/2023, PP 28/2024, dan terbaru R-Permenkes.   

“Kalau bicara kedaulatan, isu kesehatan itu dari global. Namun bukan berarti kami tidak mau diatur, akan tetapi perhatikan kekuatan kita di tengah kondisi saat ini. Kita lihat aturan berubah terus, dari PP 109/2012, lalu keluar UU 17/2023, kemudian PP 28/2024 dan sekarang sedang mengejar R-Permenkes. Jadi ini membuktikan bahwa IHT benar-benar ditekan terus secara regulasi,” kata Sudarto, Minggu (18/5/2025).

Padahal, lanjutnya, sektor IHT memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Salah satunya melalui penyerapan tenaga kerja yang mencapai lebih dari 6 juta orang, mulai dari petani tembakau dan cengkih, buruh pabrik, hingga pedagang eceran. 

Selain itu, cukai hasil tembakau merupakan salah satu mesin dalam mendukung penerimaan negara. 

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap keberlangsungan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri ini. 

Menurutnya, perlu ada evaluasi terhadap regulasi yang sudah diterapkan, salah satunya PP 28/2024, yang dinilai mengabaikan aspirasi pelaku industri namun mengakomodasi kepentingan asing. 

“Faktanya, IHT turun secara pelan-pelan karena regulasinya yang terus menekan. Kami bukan anti regulasi, cuma pastikan lakukan mitigasi yang mendalam dan kena sasaran. Jangan sampai sasarannya (Kesehatan publik) tidak dapat, buruhnya jadi korban, ini masalah serius,” ujar Sudarto.  

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Komunitas Perokok Bijak, Suryokoco Suryoputro, menambahkan masifnya kampanye anti-rokok oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak dapat dipisahkan dari kucuran dana melimpah dari asing. 

Apalagi, beberapa LSM dilaporkan pernah mendapatkan pendanaan dari Bloomberg Philanthropies untuk menyisipkan poin-poin di FCTC ke dalam regulasi, seperti pembatasan iklan di media luar ruang, larangan iklan rokok di media sosial, hingga kemasan rokok polos. 

“Beberapa tahun yang lalu, ada laporan dari Bloomberg Philantrhopies tentang LSM-LSM yang menerima dana dari mereka. Organisasi tersebut menyebutkan LSM mana saja yang didanai untuk diajak bekerja sama,” ungkapnya.

Suryokoco juga menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung ambigu dalam menghadapi persoalan rokok. 

Di satu sisi, pemerintah mendorong kampanye pengendalian konsumsi rokok dengan dalih kesehatan masyarakat. 

Namun, pada sisi lainnya, rokok tetap dijual sebagai produk legal karena memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau serta menyerap jutaan tenaga kerja dari sektor hulu hingga hilir. 

“Artinya pemerintah ini kan satu sisi juga ambigu ya, sebenarnya rokok ini di mata pemerintah seperti apa? Gitu kan. Apakah memang kemudian rokok ini sebagai bagian yang mengganggu kesehatan masyarakat yang harus dihilangkan, atau kemudian rokok ini sebagai produk legal yang kemudian peredarannya perlu dikendalikan melalui kebijakan cukai,” tutupnya.
 

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut