Mencekam, Film Menjelang Maghrib 2: Wanita Yang Dirantai Suguhkan Teror Horor Era Hindia Belanda

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Film horor 'Menjelang Maghrib 2: Wanita Yang Dirantai' bersiap meneror bioskop Tanah Air yang dijadwalkan mulai tayang pada 4 September 2025. Film karya sutradara Helfi Kardi menghadirkan cerita yang lebih gelap dan mencekam dengan latar era kolonial tahun 1920.
Rumah produksi Helroad Films masih konsisten mengangkat horor dibumbui sejarah dengan tema pasung dengan pendekatan yang lebih dalam pada kultur dan ketimpangan sosial ekonomi masa penjajahan Belanda. "Tema pasung sudah menjadi energi cerita sejak awal, terinspirasi dari pengalaman pribadi saya di Sumatra," ujar Helfi dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
Helfi mengungkapkan film ini tidak hanya tentang horor tetapi juga filsafat mistis dan eksistensi manusia dalam alam semesta. "Semua ada koneksinya, tapi kami kembalikan ke persepsi dan interpretasi penonton," tambah sutradara yang pernah menyaksikan langsung praktik pasung untuk pengobatan mental illness.
Film ini menghidupkan karakter Dr. Giandra yang terinspirasi dari pahlawan nasional Dr. Moewardi, dokter lulusan STOVIA yang turun ke masyarakat memberikan pengobatan gratis. "Dr. Moewardi menginspirasi saya, beliau sosok di sebelah Soekarno saat proklamasi," terang Helfi.
Kisah berpusat pada Layla (Aisha Kastolan), wanita yang mati lalu hidup kembali namun mendatangkan teror mencekam sehingga harus dipasung setiap menjelang maghrib. Banyak yang meyakini tubuh Layla dimanfaatkan iblis, sehingga memicu berbagai upaya pengusiran.
Deretan bintang seperti Aditya Zoni, Aurelia Lourdes, dan Muthia Datau memperkuat film yang mengambil latar belakang tahun 1920 ini. Pengambilan gambar di hutan kaki Gunung Papandayan menambah kesan mistis sepanjang film.
Unsur sejarah di film ini menjadi daya magis dan horor tersendiri sehingga Menjelang Maghrib 2 menjanjikan pengalaman menonton yang unik dan mendalam. Film ini sekaligus menjadi tantangan kreatif bagi Helfi Kardi dalam menghidupkan kembali atmosfer era kolonial dengan sentuhan cerita rakyat.
Editor : Aris