Dalam penelitiannya BPKN RI mendapatkan temuan terkait dengan mikroplastik. Karena berdasarkan catatan diduga banyak penyakit yang diduga yang ditimbulkan paparan mikroplastik tersebut.
"Meskipun dari pihak perusahaan sudah bagus, telah memiliki SNI dan telah lolos izin BPOM maupun prosedur lainnya. Namun diduga akibat panjangnya rantai jalur distribusi, akan berpengaruh pada air minum dalam kemasan itu sendiri," katanya.
Selain itu, akibat jalur distribusi seperti menggunakan kendaraan terbuka, dan adanya pergerakan galon maupun kemasan air, di antaranya terpapar sinar matahari secara langsung juga dapat mempengaruhi kualitas AMDK.
“Kami juga menduga terkait dengan adanya obat sirup yang saat ini menjadi perhatian pemerintah salah satu penyebanya demikian. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang cukup ketat baik dari Kementerian dan Lembaga terhadap obat maupun makanan dan minuman yang beredar di masyarakat,” tegas Mufti.
Sementara itu, Perhimpunan Usaha Minuman Kemasan (PUMK) mengakui bahwa industri air minum dalam kemasan (AMDK) mengalami peningkatan pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Namun di tengah menjamurnya industri air minum itu beberapa isu yang menyertai, mulai soal unsur kimia tertentu, hingga ke limbah kemasannya.
Humas PUMK, Sofiyah Prilestari mengatakan, berdasarkan data yang didapat, setidaknya ada sekitar 7.780 produk AMDK di Indonesia produk yang terdaftar. Ribuan minuman itu diproduksi oleh 1.032 perusahaan. Oleh karena itu, PUMK meminta Badan Pengawas Obat dan makanan (BPPOM) terus konsisten mengawasi standarisasi dan proses produksi air minum dalam kemasan serta memastikan keamanan dan mutu produk air minum dalam kemasan dalam upaya melindungi masyarakat dari produk yang tidak sesuai standar.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait