JAKARTA, iNewsTangsel.id - Keriuhan Pemilu 2024 mengangkat kembali perbincangan tentang hilirisasi nikel ke dalam perhatian masyarakat. Hilirisasi, juga dikenal sebagai downstream, adalah istilah yang berasal dari sektor ekonomi ekstraksi seperti migas, sebagai bagian dari tiga proses bersama dengan midstream dan upstream.
Kebijakan ini, yang diterapkan pada komoditas nikel, diyakini telah meningkatkan nilai tambah komoditas Indonesia dan signifikan dalam meningkatkan neraca ekspor nasional. Meskipun menjadi isu hangat tahun lalu karena gugatan Uni Eropa di WTO terhadap Indonesia, pembahasan hilirisasi kembali mencuat setelah menjadi topik dalam debat calon wakil presiden yang mengusung tema “Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa” pada Sabtu (21/01/2024) lalu.
"Kebijakan hilirisasi nikel layak diapresiasi karena telah meningkatkan neraca dagang dan menciptakan lapangan kerja. Namun, dampak negatif terhadap masyarakat asli dan lingkungan tidak boleh diabaikan," tegas Agnia Dewi Larasati, Ketua Umum PPI Jerman.
Menghadapi kontroversi seputar kebijakan hilirisasi, PPI Jerman mengeluarkan pernyataan sikap yang mengkritisi kebijakan tersebut, meskipun dianggap sebagai pahlawan ekonomi. Nyatanya, kebijakan hilirisasi belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi pembangunan daerah karena minimnya pemasukan pajak dari perusahaan ekstraksi dan pengolah nikel.
Selain itu, dampak negatif ekstraksi bijih nikel terhadap lingkungan, Masyarakat Adat, dan masyarakat desa setempat sangatlah besar. Oleh karena itu, eksternalitas tersebut harus diperhatikan sebagai bagian dari prinsip pembangunan daerah yang adil dan inklusif.
“Jangan hanya puas dengan hilirisasi. Langkah berikutnya adalah mengembangkan produk jadi dari komoditas nikel, seperti peralatan rumah tangga, komponen mesin, atau baterai, sambil tetap melestarikan dan meng-"hilirisasi" komoditas asli, seperti rempah-rempah. Industrialisasi untuk menghasilkan berbagai produk jadi adalah yang dapat mentransformasi dan mendiversifikasi struktur ekonomi Indonesia, terutama di wilayah Kepulauan Maluku dan Sulawesi,” jelas Geraldus Martimbang, Kepala Departemen Riset dan Kajian Strategis PPI Jerman.
Pernyataan sikap PPI Jerman merincikan tiga hal utama, yaitu filosofi pembangunan Indonesia, pemberdayaan sumber daya nikel secara teknis, dan inovasi sebagai strategi hilirisasi. Pernyataan sikap ini dihasilkan melalui diskusi bersama mahasiswa Indonesia di Jerman dalam Forum PPI Jerman No. 7 yang diselenggarakan pada Sabtu (29/07/2023) dengan judul "Larangan Ekspor Bahan Mentah dalam Konteks Kebijakan Hilirisasi Industri dan Ekonomi Ruang Indonesia".
Forum ini menghadirkan narasumber I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, S.H., M.Hum., LLM., PhD., dan Prof. Dr. Delik Hudalah, S.T., M.T., M.Sc., serta diikuti oleh lebih dari 100 pelajar Indonesia di Jerman secara daring. Pelaksanaan forum ini merupakan hasil kerjasama antara PPI Jerman, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jerman, dan Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (Kabinet KM ITERA).
"I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, PhD, mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mengolah nikel menjadi baterai, digunakan secara luas pada kendaraan listrik, dan dilakukan secara konsisten sehingga dapat membuktikan di hadapan WTO bahwa nikel adalah produk esensial bagi Indonesia."
Di sisi lain, Prof. Delik Hudalah menyoroti pentingnya perubahan paradigma dari pengembangan sumber daya alam menjadi pengembangan berbasis pengetahuan dalam konteks pembangunan wilayah dan perkotaan. "Hilirisasi itu penting, tetapi kita juga perlu membangun pondasi yang kuat, termasuk budaya pengetahuan dan kerangka hukumnya. Ini memerlukan proses trial and error yang membutuhkan komitmen jangka panjang," ujar Prof. Delik Hudalah saat menyimpulkan paparannya.
Pernyataan sikap ini, yang telah disetujui oleh semua cabang PPI di berbagai kota di Jerman, mencerminkan komitmen kuat PPI Jerman terhadap aspirasi pelajar Indonesia di Jerman terkait kebijakan-kebijakan Pemerintah Indonesia yang mendukung masa depan pembangunan Indonesia, Kamis (15/2/2024).
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait