JAKARTA, iNewsTangsel.id - Firjan Taufa, mantan tahanan KPK, mengungkap adanya praktik pungutan liar (pungli) di dalam rutan KPK. Dalam kesaksiannya di persidangan, Firjan mengaku dipaksa membayar 'setoran' bulanan sebesar Rp20 juta.
Jika tidak membayar, ia diancam akan terus bekerja dan tidak diperbolehkan beraktivitas bebas. Ancaman tersebut disampaikan oleh tahanan lain yang disebut sebagai 'korting', yaitu orang yang mengatur segala aktivitas di dalam rutan.
Awalnya, Firjan yang ditahan lantaran terseret dalam kasus kasus korupsi pembangunan jalan di Kabupaten Bengkalis ini mengaku diisolasi di rutan KPK pada Gedung C1.
Ia kemudian dipindahkan ke rutan cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur dan kembali menjalani masa isolasi selama dua hari. Dalam masa isolasi ini, ia mengaku didatangi tahanan lainnya.
Usut punya usut, tahanan yang dimaksud adalah Yoory Corneles Pinontoan dan Juli Amar Maruf.
"Siapa yang datang? Ada saudara kenal Juli Amar Maruf?," tanya Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/9/2024).
"Waktu saya masuk ke Rutan Guntur saya diterima Pak Yoory. Setelah diterima saya dibawa ke ruangan. Langsung disuruh tunggu sebentar dan dipanggil sama Pak Yoory dan saya dikenalkan ini Pak Juli Amar. Lalu dia bilang dia sebagai korting," jawab Firjan.
Ia mengaku, tidak mencari tahu lebih dalam soal istilah korting. Namun, ia mengetahui siapa sosok yang menjabat sebagai korting.
"Yang korting siapa?," tanya Jaksa.
"Juli Amar," timpal Firjan.
"Setelah dikenalkan, saya dibilang di sini nggak ada kamar, penuh semua. Terus untuk sementara diisolasi. Setelah itu baru diterangkan di sini ada aturan mainnya," lanjut Firjan.
"Apa itu? Ada gak disampaikan ada aturan yang sudah turun temurun?," tanya Jaksa.
"Ada, ini aturan sudah ada sebelum-sebelumnya, dibilang iuran, saya posisi waktu itu belum ngerti juga," respons Firjan.
Saksi Firjan menjelaskan, dia dijelaskan bahwa iuran tersebut wajib. Ia juga diberi tahu jika iuran tersebut ditujukan untuk petugas rutan.
"Dijelaskan berapa iurannya?," tanya Jaksa.
"Awalnya disuruh Rp20 (juta). Maksudnya langsung Rp20 juta. Saya bilang, 'untuk apa?' (dijawab) 'Ya untuk kita di sini'. Habis itu posisi saya lagi emang selama 14 hari selama itu kan tidak bertemu siapa-siapa, jadi saya bingung terus saya bilang, 'saya minta waktu dulu'," kata Firjan.
Kemudian, Firjan mengaku menghubungi pengacaranya melalui handphone milik Juli Amar. Kepada pengacaranya, ia kemudian menyerahkan nomor rekening yang ia terima dari Juli Amar.
"Berapa ditransfer?," tanya Jaksa.
"Saya waktu itu Rp21,5 juta," jawab Firjan.
Selanjutnya, Firjan membeberkan adanya penjelasan sejumlah ancaman bagi tahanan yang enggan membayar 'setoran' bulanan.
"Nah apakah ada semacam ini memberikan iuran dijelaskan Pak Yori sama Pak Juli kalau gak kasih begini, kalau gak kasih begini?," tanya Jaksa.
"Ada di awal waktu itu, 'kalau bapak gak kasih iuran harus bekerja terus tidak boleh berkeliaran ke mana-mana. Kalau memberikan bisa menggunakan fasilitas ke mana-mana'," jawab Firjan menirukan ancaman bagi tahanan yang tidak membayar iuran.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait