JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pelaku usaha dan petani kelapa sawit mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera membentuk badan khusus guna memperbaiki tata kelola industri sawit. Selama ini, keterlibatan banyak kementerian dan lembaga dinilai menjadi penyebab tumpang tindih kebijakan, menghambat efisiensi, terutama di sektor hulu. Padahal, sawit adalah komoditas strategis dan penting bagi Indonesia.
“Banyaknya kementerian dan lembaga yang mengurus sawit justru memperumit penyelesaian masalah tata kelola, terutama di sektor hulu. Kami berharap badan khusus sawit ini menjadi lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan sektor kelapa sawit, termasuk regulasi,” ujar Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, dalam diskusi bertajuk “Kupas Tuntas Tata Kelola Sawit Berkelanjutan” di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Ketua Bidang Perkebunan GAPKI, R. Azis Hidayat, menambahkan bahwa pembentukan badan khusus ini telah menjadi kesepakatan di kalangan tim ahli dari tiga capres saat Pilpres 2024. Ombudsman juga telah menyarankan adanya fokus lebih besar pada pelayanan publik di sektor sawit agar lebih terarah dan efisien.
“Saat ini ada 37 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam sektor sawit, dengan kebijakan yang sering berbeda-beda. Jika ada satu badan khusus, diplomasi dan pengelolaan sawit akan lebih terarah,” kata Azis.
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Heru Tri Widarto, menegaskan pentingnya pengelolaan sawit yang sesuai dengan regulasi. Sosialisasi aturan, seperti yang tertuang dalam Permentan Nomor 18/2021, harus dilakukan lebih efektif agar pelaku usaha memahami kewajiban mereka.
“Kelemahan kita selama ini adalah kurangnya sosialisasi terkait kewajiban FPKM. Kami juga mulai mengevaluasi kepatuhan perusahaan terhadap aturan, terutama kewajiban memenuhi 20 persen dari kebun sendiri untuk mendukung proses pengolahan,” ujar Heru.
Heru menjelaskan, untuk mendukung keberlanjutan sektor sawit, pemerintah menargetkan pengembangan Elektronik Surat Tanda Daftar Budidaya (e-STDB) sebanyak 250 ribu data pada 2025. Program ini bertujuan memenuhi standar ekspor ke Uni Eropa.
“Karena anggaran terbatas, kami mengusulkan target e-STDB sebesar 250 ribu hektare pada 2025, sesuai proporsi ekspor ke Uni Eropa. Selain itu, tahun depan kami menargetkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 120 ribu hektare, terdiri dari 80 ribu hektare melalui jalur dinas dan 40 ribu hektare melalui kemitraan,” tambahnya.
Heru menegaskan pentingnya percepatan program PSR dan penyelesaian kendala yang sempat terjadi sebelumnya. “Tahun depan kami tetap mengusulkan target 120 ribu hektare yang akan didanai BPDPKS. Ini menjadi fokus utama kita di 2025,” tutupnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait