JAKARTA, iNewsTangsel.id - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) merespons keluhan sejumlah pencipta lagu terkait pengelolaan royalti musik yang dianggap belum optimal.
Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa distribusi royalti kepada pencipta lagu telah dilakukan sesuai dengan jumlah yang dihimpun tanpa ada pengurangan atau penambahan.
“Saya ingin menegaskan bahwa LMKN transparan dalam pengelolaan royalti, baik dari segi pengumpulan, pengelolaan, maupun distribusi melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), sesuai dengan regulasi yang berlaku,” kata Dharma di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).
Dharma juga menyebut bahwa perhatian khusus diberikan pada royalti dari pertunjukan musik, yang sering menjadi sorotan para pencipta lagu. Pada tahun ini, pembayaran tertinggi untuk live event nasional dan internasional tercatat sebesar Rp12.527.468.851.
“Peningkatan hingga 120 persen telah terjadi, tetapi memang masih ada banyak ruang untuk pembenahan tata kelola,” jelasnya.
Meski demikian, Dharma mengakui bahwa perbaikan sistem royalti sangat diperlukan. Ia mengajak semua pihak terkait untuk bersama-sama memperbaiki mekanisme ini demi menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan.
Keluhan terkait royalti juga mencuat dari musisi Piyu dari Padi Reborn, yang menyatakan hanya menerima royalti sebesar Rp125.000 untuk pertunjukan musik. Menanggapi hal ini, Komisioner LMKN Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi, Johnny William Maukar, menyarankan agar Piyu meminta penjelasan lebih rinci kepada LMKN atau LMK.
“Jumlah Rp125.000 itu mungkin berasal dari royalti konser atau live event tertentu. Namun, untuk gambaran lebih jelas, Piyu bisa meminta detail kepada LMKN,” ujar Johnny.
Johnny juga menjelaskan bahwa royalti musik tidak hanya berasal dari pertunjukan musik, tetapi juga dari sumber lain, seperti digital. Ia mengingatkan agar penerimaan royalti dilihat secara keseluruhan.
“Royalti musik melibatkan berbagai sumber, termasuk digital. Piyu juga menerima royalti melalui LMK seperti Wahana Musik Indonesia (WAMI),” tambah Johnny.
Menanggapi keluhan tersebut, Dharma menegaskan komitmennya untuk membuka dialog dengan para musisi.
“Kami akan mengundang para pelaku industri musik untuk berdiskusi dan saling bertukar informasi. Pertemuan ini bertujuan untuk memperjelas mekanisme yang belum dipahami sekaligus memperjuangkan harapan bersama,” kata Dharma.
Sebelumnya, musisi Piyu mengkritik kinerja LMKN dan LMK dalam forum diskusi di Menteng, Jakarta Pusat. Ia menilai bahwa pengelolaan royalti, khususnya dari pertunjukan musik, kurang transparan. Kritik serupa juga disampaikan oleh Ahmad Dhani, yang menyebut bahwa LMKN belum maksimal dalam menarik royalti dari pertunjukan musik.
“Fokus kita tahun 2024 dan 2025 adalah tata kelola pertunjukan musik. Jika LMKN tidak optimal, maka sektor ini perlu diatur ulang agar royalti lebih maksimal,” ujar Ahmad Dhani.
Dalam kesempatan tersebut, Dharma kembali menegaskan bahwa LMKN berkomitmen pada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti.
“Kami membuka kerja sama dengan berbagai pihak untuk mendukung mekanisme pengumpulan hingga distribusi royalti. Semua yang kami lakukan tercatat dengan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Dharma.
Sebagai langkah nyata, LMKN menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan LPP Televisi Republik Indonesia, yang konsisten membayar royalti setiap tahun. Penghargaan juga diberikan kepada sejumlah perusahaan pengguna lagu, seperti PT Surya Citra Media Tbk (SCTV-Indosiar), NAV Family Karaoke, Matahari Department Store, Union Group, PT Ruang Antara Suara (khusus Sheila on 7), dan PK Entertainment (penyelenggara konser musik).
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait