JAKARTA, iNewsTangsel.id - Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, yang terdiri dari Indonesian Police Watch (IPW), MAKI, KSST, dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia, mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/3/2025).
Mereka melaporkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau tindak pidana korupsi dalam sejumlah kasus penyidikan di Kejaksaan Agung. Dugaan korupsi itu meliputi empat perkara: Kasus Jiwasraya, Perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, Penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur dan Tindak pidana pencucian uang (TPPU)
Laporan tersebut disertai dengan buku serta bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengaduan.
Koordinator Koalisi Sipil Selamatkan Tambang, Ronald Loblobly, menuding bahwa Febrie Adriansyah terlibat dalam korupsi dengan modus seolah-olah memberantas korupsi, tetapi justru melakukan praktik korupsi sendiri. Salah satu yang disorot adalah pelaksanaan lelang aset sitaan dalam kasus Jiwasraya, yakni saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) milik terpidana Heru Hidayat.
Menurut Ronald, lelang yang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung ini dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri (PT IUM), sebuah perusahaan yang baru didirikan tiga bulan sebelum lelang oleh Andrew Hidayat, seorang mantan terpidana kasus suap. Saham PT GBU yang memiliki nilai keekonomian Rp12,5 triliun justru dilelang hanya dengan harga Rp1,945 triliun, melalui proses yang diduga penuh rekayasa.
Negara disebut seolah-olah dimanipulasi dengan dalih tidak adanya peminat dalam lelang, yang memungkinkan mark down (penurunan nilai lelang) terjadi. Hasilnya, PT IUM menjadi satu-satunya peserta yang mengajukan penawaran, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara sedikitnya Rp9,7 triliun.
Agar lelang terlihat sesuai prosedur, digunakan appraisal dari dua Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yakni KJPP Syarif Endang & Rekan dan KJPP Tri Santi & Rekan. Namun, appraisal tersebut diduga fiktif.
Ronald menegaskan bahwa Febrie Adriansyah tidak bisa lepas tangan dengan berdalih bahwa lelang berada di bawah kewenangan PPA Kejagung. Sebab, sejak menjabat sebagai Direktur Penyidikan di Jampidsus Kejagung, Febrie sudah memahami bahwa nilai keekonomian tambang batu bara PT GBU sebenarnya lebih dari Rp12 triliun.
Lebih jauh, KPK diminta mendalami dugaan adanya hubungan khusus antara Febrie Adriansyah dan Andrew Hidayat, yang disebut-sebut terkait dengan kelompok perusahaan Adaro milik Boy Thohir.
Koalisi juga menyoroti kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur, yang sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak 2024. Namun, hingga kini, kasus tersebut tidak menunjukkan perkembangan berarti meski penyidik sudah mengantongi lebih dari dua alat bukti.
Kasus ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk Idris Sihite (Plh Dirjen Minerba), Sugianto alias Asun, Sanjai Gattani (WN India), Rudolf (WN Singapura), dan beberapa perusahaan batu bara. Mereka diduga melakukan manipulasi kalori batu bara guna memperkecil kewajiban pembayaran PNBP, serta terlibat dalam perdagangan batu bara ilegal dengan dokumen RKAB yang seharusnya milik negara.
Total kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun.
Selain itu, Febrie Adriansyah juga dilaporkan atas dugaan pencucian uang melalui berbagai perusahaan yang diduga dijalankan oleh orang-orang terdekatnya sebagai gatekeeper. Para gatekeeper ini disebut mendirikan berbagai perusahaan yang bergerak di berbagai sektor mulai dari valuta asing hingga perdagangan besar.
Koalisi mendesak KPK untuk mengusut lebih lanjut dugaan penyamaran dan penyembunyian aset yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Laporan ini memperkuat dugaan bahwa Febrie Adriansyah tidak hanya berperan dalam pemberantasan korupsi, tetapi juga diduga memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, ujarnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait