JAKARTA, iNewsTangsel.id - Di tengah meningkatnya kesadaran generasi milenial terhadap pengelolaan keuangan, penggunaan instrumen seperti kartu kredit masih belum maksimal. Padahal, kelompok usia produktif ini mendominasi komposisi kelas menengah Indonesia, namun tingkat pemanfaatan produk kredit non-tunai masih tergolong rendah.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dari total 47,85 juta kelas menengah, sekitar 24,6 persen merupakan generasi milenial—kelompok usia yang lahir antara 1981 dan 1996. Mayoritas dari mereka merupakan pekerja aktif (69%), disusul ibu rumah tangga (30%), dan sisanya tidak bekerja (1%).
Kendati menjadi kelompok konsumen utama, riset Global Loyalty Indonesia tahun 2024 mencatat bahwa pengeluaran milenial masih banyak difokuskan pada kebutuhan esensial, seperti makanan, tagihan rutin, transportasi, dan pendidikan. Di sisi lain, riset dari Jakpat dan Lintar Financial menunjukkan bahwa 55% milenial belum memiliki produk pinjaman dan 79% belum pernah mengikuti pelatihan keuangan.
Enriko Sutarto, Consumer Lending Business Head PT Bank Danamon Indonesia Tbk, melihat fenomena ini sebagai cerminan kurangnya pemahaman tentang manfaat jangka panjang dari produk keuangan seperti kartu kredit.
"Masih banyak misinformasi mengenai fungsi kartu kredit. Padahal, bila digunakan secara bijak, kartu kredit bisa menjadi alat bantu dalam membangun kesehatan finansial, bukan sebaliknya," ujar Enriko, Jumat (20/6/2025).
Ia menambahkan, salah satu tantangan utama adalah rendahnya penetrasi kartu kredit di Indonesia yang baru mencapai 5 persen, jauh di bawah Thailand (35%) dan Malaysia (30%).
“Kartu kredit bukan hanya alat pembayaran. Ini juga bisa membantu mengelola arus kas, mempermudah transaksi kebutuhan rutin, dan memberikan manfaat tambahan seperti potongan harga atau cashback yang dapat digunakan kembali,” jelasnya.
Dengan kebutuhan hidup yang dinamis dan konsumsi berbasis nilai dan kenyamanan, kartu kredit dinilai sesuai dengan gaya hidup milenial yang serba cepat dan digital. Namun, tingkat pemanfaatan yang rendah menunjukkan perlunya pendekatan edukatif untuk mengurangi kesenjangan literasi.
“Danamon mengambil peran tidak hanya sebagai penyedia produk, tapi juga sebagai bagian dari upaya peningkatan literasi keuangan. Harapannya, generasi muda dapat memanfaatkan produk finansial secara lebih strategis dan bertanggung jawab,” kata Enriko.
Ia juga menekankan pentingnya disiplin dalam penggunaan kartu kredit, khususnya dalam pelunasan tagihan tepat waktu. Menurutnya, hal itu dapat berkontribusi pada peningkatan skor kredit dan menciptakan rekam jejak keuangan yang baik.
“Dengan pemahaman yang benar, kartu kredit bisa menjadi instrumen yang mendukung perencanaan keuangan jangka panjang, termasuk kebutuhan darurat atau pembiayaan terencana seperti pendidikan dan liburan,” tutupnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait