JAKARTA, iNewsTangsel.id – Dalam situasi ekonomi yang semakin sulit, sebuah unggahan di Instagram mencuri perhatian publik dan menjadi viral.
Seorang wanita lulusan S1 membagikan kisah hidupnya yang memilih menjadi asisten rumah tangga (ART), dibanding bertahan sebagai guru honorer dengan gaji minim.
Unggahan itu dibagikan melalui akun Instagram @rumpi_gosip pada Sabtu, 28 Juni 2025. Dalam ceritanya, wanita tersebut mengaku tak lagi malu dengan profesinya saat ini, meskipun ia bergelar sarjana.
“Dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, saya nggak malu lagi jadi pembantu, walaupun lulusan S1. Dulu waktu jadi guru honorer, gajinya cuma Rp1,5 juta, stres banget. Sekarang sudah dua bulan jadi ART, sekalian jagain anak, gaji bersih Rp3,8 juta. Dapat tempat tinggal, makan, sabun, bahkan sering diajak jalan-jalan sama majikan,” tulisnya.
Ia juga menyampaikan bahwa saat ini dirinya sudah tidak lagi mengejar karier bergengsi. Baginya, realitas hidup jauh lebih penting daripada sekadar gelar atau status sosial.
Unggahan ini menuai berbagai reaksi dari warganet. Banyak yang memberi dukungan moral dan menyemangati pilihan hidup wanita tersebut.
“Jadi guru itu bukan soal gengsi. Kalau dengan jadi pembantu bisa hidup lebih layak, nggak masalah kok. Semua pekerjaan itu mulia selama dijalani dengan ikhlas,” komentar akun @nou***.
Namun, tak sedikit pula yang menyoroti masalah sistemik terkait pendidikan dan kesejahteraan guru honorer di Indonesia.
“Tolong hentikan normalisasi kata ‘mengabdi’ dan ‘sabar’. Guru honorer juga manusia, mereka butuh hidup layak. Jangan terus-terusan dikasih semangat kosong. Pemerintah harusnya hadir dan memperjuangkan kesejahteraan guru, bukan menjadikan loyalitas sebagai alasan untuk bayar murah,” tulis akun @int***.
Seorang netizen lain bahkan membagikan pengalaman serupa dalam keluarganya:
“Adekku malah digaji Rp500 ribu, dan itu pun cairnya tiga bulan sekali,” ungkap akun @tin***.
Kisah ini kembali memunculkan diskusi publik tentang rendahnya penghargaan terhadap profesi guru honorer di Indonesia. Meskipun sering disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”, kenyataannya masih banyak guru yang harus mencari pekerjaan tambahan, atau bahkan beralih profesi, demi memenuhi kebutuhan hidup.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait