LEBAK, iNewsTangsel.id - Di tengah upaya pemerintah menstabilkan harga pangan, beras murah dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ternyata kurang diminati warga di Kabupaten Lebak. Bukan karena harganya, tapi soal rasa dan tekstur yang belum sesuai dengan lidah masyarakat.
Salah satu warga Lebak, Handayani (39) mengaku, pernah membeli beras SPHP karena tergiur harganya yang lebih murah, dibanding beras yang biasa dikonsumsi bersama keluarga. Harganya Rp62.500 per karung isi 5 kilogram.
“Saat dimasak, anak-anak di rumah pada mengeluh. Nasinya kering. Anak-anak juga protes, saat makan pakai tangan, nasinya tidak bisa dijimpit. Mau masuk mulut, nasinya pada jatuh karena jenis berasnya pera,” ungkapnya, Selasa (14/10/2025).
Selain itu, Warsi (46), pemilik warung makan di wilayah itu juga pernah mencoba menggunakan beras itu untuk usahanya. Namun, pelanggannya justru banyak yang mengeluh.
“Kalau buat konsumen makan di warung pada kurang suka. Konsumen kebanyakan suka nasi yang lembut dan pulen. Pelanggan adalah raja. Kalau saya paksakan pakai beras ini, pelanggan saya bisa kabur. Beras ini cocoknya buat nasi goreng. Berasnya pera, jadi lebih enak,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Perum Bulog Cabang Lebak, Agung Trisakti menjelaskan, penyerapan beras SPHP memang menurun dalam beberapa bulan terakhir. Selain karena kualitas, kondisi musim panen raya juga membuat masyarakat tidak terlalu bergantung pada beras SPHP.
“Sekarang masyarakat Lebak dan Pandeglang banyak yang panen, jadi mereka punya stok beras sendiri di rumah. Otomatis permintaan kami juga menurun,” ucapnya.
Agung memaparkan, sebagian beras SPHP yang beredar di pasaran masih berasal dari stok beras impor hasil pengadaan tahun lalu. Secara tampilan memang putih dan bersih, namun teksturnya lebih kering dibanding beras lokal.
“Setelah dimasak, hasilnya memang tidak sepulen beras lokal. Ke depan, kami akan gunakan beras lokal agar lebih sesuai selera masyarakat,” katanya.
Dia membeberkan, saat ini stok beras lokal mencapai lebih dari 20 ribu ton, sehingga pihaknya mulai beralih dari beras impor menuju beras hasil petani dalam negeri. Karena stok sangat cukup. Tidak ada masalah dengan ketersediaan. Impor juga sudah dihentikan sejak awal tahun ini.
“Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat, sekaligus membantu petani lokal agar hasil panennya terserap,” pungkasnya.
Editor : Elva Setyaningrum
Artikel Terkait