get app
inews
Aa Text
Read Next : Pameran Fotografi 'Pause' Tampilkan Kearifan Budaya Nusantara di Bellevue Art Space

Kata Yusril Soal Polemik Terkait Norma Etik Hukum dalam Putusan MK Nomor 90/2023

Kamis, 28 Desember 2023 | 23:19 WIB
header img

JAKARTA, iNews - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra angkat bicara menyoal pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. Menurut dia hal itu ada perbedaan mendasar antara pelanggaran norma etik dengan pelanggaran norma tentang perilaku atau code of conduct. 

Sebelumnya, Yusril memberikan klarifikasi terkait perdebatan hukum yang beredar di masyarakat, soal norma etik yang lebih tinggi daripada norma hukum. Dia juga sempat mengungkap pandangan dalam hukum Islam yang mengatakan jika norma etik bertentangan dengan norma hukum, maka norma hukum bisa dikesampingkan. 

Kali ini, Yusril menggaungkan itu sebagai upaya delegitimasi pencalonan Gibran dalam kontestasi pemilu. Sebab, Wali Kota Solo itulah yang dinilai paling diuntungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Putusan Usia Minimal Capres/Cawapres, yang pada proses penetapannya Ketua MK Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik. 

“Keputusan yang diambil Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam kasus Pak Anwar Usman itu berbeda dengan norma etik dalam teori dan filsafat hukum. Peraturan (MKMK) itu dibuat dari derivasi undang-undang, sebagaimana juga peraturan kode etik hakim MK. Karena itu derivasi undang-undang, maka kedudukannya di bawah undang-undang kalau dilihat dari hierarki hukum,” kata Yusril dalam webinar Konstitusionalitas Pilpres 2024, Kamis (28/12/2023). 

Yusril mengatakan, apa yang dilanggar Anwar Usman adalah code of conduct, norma tentang perilaku, bukan norma mendasar di dalam filsafat hukum. Pengambil keputusan di dewan etik menurutnya mesti sadar apa yang mereka lakukan terbatas pada code of conduct, bukan pada norma etik yang ada di teori hukum. 

Lebih lanjut mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menyampaikan, pelanggaran yang menjerat Anwar Usman sama sekali tidak memiliki unsur pidana. Dengan demikian, argumen seputar Putusan MK Nomor 90 yang tidak lagi relevan telah terbantahkan dengan sendirinya.  

“Secara teori hukum, kita tahu kalau terjadi pelanggaran hukum, pasti ada pelanggaran etik. Tapi kalau terjadi pelanggaran etik dalam makna code of conduct, belum tentu ada pelanggaran hukum. Jadi kasusnya Pak Anwar Usman dengan Pak Firli di KPK itu sangat berbeda. Karena di kasus Pak Anwar tidak ada tindakan hukum apapun, maka dewan etik harus bekerja dan memberikan sanksi etik,” ujarnya.

"Dan dari segi hukum, jelas Putusan MK adalah final dan mengikat, sehingga tidak akan gugur karena terjadi pelanggaran etik,” imbuhnya.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut