JAKARTA, iNewsTangsel.id - Rencana Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus syarat rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam pendirian rumah ibadah di Indonesia mendapat dukungan dari beberapa pihak. Menurut Yaqut, nantinya pendirian rumah ibadah hanya memerlukan rekomendasi dari Kementerian Agama.
Yaqut menjelaskan bahwa aturan baru ini sudah disetujui oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dan Mendagri Tito Karnavian. Ia menambahkan bahwa perizinan rumah ibadah tanpa rekomendasi FKUB akan segera ditetapkan melalui peraturan presiden.
"Rekomendasi untuk pendirian rumah ibadah cukup dari Kementerian Agama saja, FKUB dihapus," ujar Yaqut dalam acara Dialog Kebangsaan dan Rapat Kerja Nasional Gekira di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (3/8) lalu.
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) setuju dengan penghapusan rekomendasi FKUB dari syarat pendirian rumah ibadah.
Ketua Umum PGI, Gomar Gultom, mendukung gagasan yang diusulkan oleh Yaqut. Menurutnya, rencana ini sejalan dengan usulan PGI yang sudah lama disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, Yaqut, dan Tito Karnavian.
"Sangat tidak masuk akal jika otoritas negara untuk memberikan izin mendirikan rumah ibadah bisa dipengaruhi oleh rekomendasi FKUB, karena FKUB bukan bagian dari aparatur negara," kata Gomar.
"Rekomendasi FKUB berarti lembaga sipil atau non-negara mengambil alih otoritas negara. Jika rekomendasi diberikan oleh Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota, itu masuk akal, karena mereka adalah bagian dari aparatur negara," tambahnya.
Namun demikian, Pendeta Gomar Gultom masih ragu apakah perubahan aturan ini akan benar-benar mempermudah pendirian rumah ibadah.
Belum ada jaminan kemudahan
Gomar menekankan bahwa izin mendirikan rumah ibadah seharusnya tidak dipersulit, sebagai upaya memenuhi amanat Pasal 29 UUD 1945.
"Meski begitu, penghapusan syarat rekomendasi FKUB belum tentu menjamin kemudahan dalam mendapatkan izin mendirikan rumah ibadah," ucapnya dengan keraguan.
PGI juga mempertanyakan bagaimana sikap para kepala daerah nantinya. Gomar mencontohkan beberapa kasus di mana pendirian rumah ibadah masih dipersulit.
Ia juga menyebutkan bahwa izin rumah ibadah sering kali dijadikan komoditas atau alat politik oleh pejabat daerah.
"Syarat untuk memperoleh izin pendirian rumah ibadah seharusnya hanya terkait dengan zonasi, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), termasuk AMDAL suara, dan kelayakan fungsi atau keamanan gedung," kata Gomar.
Sejalan dengan itu, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyambut baik rencana penyederhanaan proses pembangunan rumah ibadah.
Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) KWI, Agustinus Heri Wibowo, mengatakan bahwa rekomendasi yang hanya dari Kemenag adalah langkah positif karena akan membuat birokrasi lebih efisien.
Namun, dia juga mengingatkan agar Kemenag memperhatikan pasal-pasal lain, selain mencoret rekomendasi FKUB.
"Jangan sampai pasal-pasal tersebut justru menjadi alat untuk membatasi kebebasan beragama dan beribadah, termasuk kebutuhan tempat ibadah," pesan Romo Heri.
Ia juga mempertanyakan apakah penghapusan syarat rekomendasi FKUB akan benar-benar memudahkan pendirian rumah ibadah, karena hal ini masih bergantung pada sikap kepala daerah.
Romo Heri menekankan bahwa pejabat pemerintah daerah masih memiliki wewenang untuk menerbitkan izin tersebut.
"Dengan demikian, diharapkan kepala daerah benar-benar menjalankan tugasnya untuk memberikan pelayanan yang baik dan setara tanpa diskriminasi, sehingga semua umat beragama dapat beribadah dengan baik dan aman, termasuk memiliki tempat ibadah. Semoga izin dapat diperoleh dengan mudah," harapnya.
Editor : Hasiholan Siahaan