Pemotongan dana HPP sebesar 25,95% dari rekening Hakim Agung, yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis atau lisan, pada awalnya diduga ditolak oleh beberapa Hakim Agung baik dalam forum-forum kecil maupun besar. Pada pertengahan tahun 2023, beberapa Hakim Agung yang menolak diduga dipanggil untuk menghadap Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto. Kemudian, para Hakim Agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang diketahui oleh Ketua Kamar masing-masing dan ditandatangani di atas materai, yang pada intinya menyatakan setuju untuk dilakukan pemotongan dana HPP sebesar 40%, dengan rincian 29% untuk "tim pendukung teknis yudisial", sisanya untuk supervisor dan tim pendukung administrasi yudisial.
Indikasi adanya intervensi dari oknum pimpinan Mahkamah Agung RI terlihat dari format dan isi surat pernyataan yang seragam, serta dikoordinasikan oleh pimpinan dan/atau tidak berdasarkan kehendak secara sukarela oleh Para Hakim Agung. Hal ini mengindikasikan adanya pemaksaan yang terorganisir. Jika tidak ada pemaksaan, sebagaimana yang disampaikan juru bicara Mahkamah Agung RI, Suharto, maka secara logis tidak diperlukan adanya surat pernyataan, karena dana HPP merupakan hak Hakim Agung, dan merekalah yang seharusnya menentukan jumlah yang akan diberikan kepada unit pendukung.
Dalam rangka pemberian dana HPP kepada unit pendukung, Pimpinan Mahkamah Agung seharusnya memperjuangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah terkait, seperti yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2023, jumlah perkara yang diputuskan adalah 27.365 perkara, sementara pada Laporan Tahunan MA 2022 terdapat 28.024 perkara. Jika diasumsikan pemotongan sebesar 25,95% per perkara kasasi biasa (3 Majelis Hakim) x Rp6.750.000 x jumlah perkara yang diputuskan setahun, maka pada tahun 2023 terdapat pemotongan dana HPP senilai Rp. 47,933 miliar, dan pada tahun 2022 sebesar Rp. 49,087 miliar.
Kepaniteraan MA dipimpin oleh seorang Panitera yang dibantu oleh tujuh Panitera Muda serta memiliki 12 Panitera Muda Tim (Askor) dan Panitera Pengganti, yang merupakan bagian dari unit pendukung dengan jumlah lebih dari 100 orang. Dari hasil pemotongan dana HPP, mereka hanya menerima Rp. 500 ribu per perkara. Hal ini menunjukkan bahwa alasan pemotongan HPP untuk dibagikan kepada unit pendukung adalah tidak benar. Diduga sebagian besar dana pemotongan HPP diterima oleh oknum pimpinan MA dan Panitera MA RI.
Editor : Hasiholan Siahaan