JAKARTA, iNewsTangsel.id - Kasus dugaan kriminalisasi terhadap seorang kakek lansia berusia 72 tahun di Lampung Tengah kini telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Gunung Sugih. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lampung Tengah menuntut terdakwa, MS, dengan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.
Alvin Lim, SH., MH., MSc., CFP., advokat dari LQ Indonesia Law Firm yang menjadi penasihat hukum terdakwa, menyampaikan keterkejutannya terhadap kasus ini. “Saya heran dan kaget melihat penegakan hukum yang diduga digunakan untuk mengkriminalisasi seorang kakek berusia 72 tahun. Masa iya barang milik sendiri dijual lalu dipidanakan? JPU menuntut 1 tahun 6 bulan, tetapi ketika ditanya bukti sumber pembelian genset, mereka malah mengelak. Saya sampai kehilangan kata-kata melihat perkara ini,” ujarnya, Kamis (28/11/2024).
Ia juga menambahkan bahwa kasus ini sejak awal terkesan dipaksakan. “Penyidik di Polres Lampung Tengah saja tidak bisa membedakan antara badan hukum dan badan usaha. Subjek hukumnya belum jelas, tetapi kasus ini sudah dinaikkan ke tahap penyidikan dan bahkan disidangkan. Hal ini menguatkan dugaan bahwa kasus ini ada unsur pesanan,” tambah Alvin.
Advokat Nathaniel Hutagaol, SH., MH., menyoroti kurangnya bukti dalam persidangan. “Sampai pada tahap pembelaan (pledoi), tidak ada bukti yang menyatakan bahwa genset yang dijual oleh terdakwa adalah milik pabrik Tri Karya Manunggal (TKM). Bahkan saksi korban mengakui tidak ikut membeli atau urunan membeli genset tersebut. Lebih parahnya lagi, sampai sekarang sumber dana pembelian genset tidak dapat dibuktikan baik oleh penyidik maupun JPU,” jelasnya.
Sementara itu, advokat Tua Parningotan Ambarita menambahkan bahwa audit keuangan pabrik TKM belum pernah dilakukan. “Audit harus dilakukan terlebih dahulu untuk membuktikan apakah ada pengeluaran dana dari pabrik untuk membeli genset tersebut. Kita harus bersikap adil, jangan sampai penegakan hukum digunakan untuk hal-hal tercela, apalagi saksi korban mengakui sudah banyak mendapatkan keuntungan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kelalaian penyidik dalam menangani kasus ini. “Sebelum kasus ini dinaikkan, seharusnya penyidik sudah melakukan audit terhadap keuangan pabrik TKM, mulai dari pemasukan, penjualan, hingga pengeluaran. Jangan mempermainkan nasib orang. Ironisnya, kasus ini bisa dinyatakan lengkap (P21) oleh kejaksaan,” tambah Tua Ambarita.
Menutup pernyataannya, Alvin Lim meminta agar hakim di Pengadilan Negeri Gunung Sugih memutuskan perkara ini dengan adil. “Melihat fakta-fakta yang ada, kasus ini jelas bukan peristiwa pidana, melainkan hanya dugaan kriminalisasi terhadap terdakwa. Kami meminta kepada hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memutuskan berdasarkan nilai-nilai keadilan, sehingga marwah hakim tetap terjaga meskipun institusi kehakiman sedang diterpa isu-isu negatif,” pungkasnya.
Editor : Hasiholan Siahaan