Polemik RUU TNI, KNPI: Revisi Pasal oleh DPR Tak Bertujuan Mengembalikan Dwifungsi Militer

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Perdebatan mengenai revisi Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tengah menjadi sorotan publik. Salah satu poin yang menuai pro dan kontra adalah revisi Pasal 47 Ayat (1) UU TNI, yang mengatur bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di 10 kementerian atau lembaga sipil.
Menanggapi hal ini, Sandri Rumanama, Ketua DPP KNPI Bidang Ketahanan Nasional, menilai bahwa anggapan revisi UU TNI sebagai upaya mengembalikan dwifungsi TNI adalah keliru.
“Lucu saja, karena revisi ini justru memberikan batasan normatif yang diatur secara regulatif. Aturan ini menjelaskan mana yang boleh diisi oleh TNI dan mana yang tidak, jadi tidak ada kaitannya dengan dwifungsi TNI,” ujar Sandri, Rabu (19/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa konsep dwifungsi berarti TNI memiliki dua peran utama, yakni menjaga keamanan negara sekaligus memiliki kekuasaan dalam pemerintahan. Dalam praktiknya dulu, dwifungsi memberikan ruang bagi militer untuk berperan di parlemen melalui fraksi militer (Faksi ABRI) dan menduduki jabatan strategis di pemerintahan secara permanen.
Salah satu perubahan dalam revisi UU TNI yang sedang dibahas adalah penambahan jumlah institusi yang dapat diisi oleh prajurit aktif, dari sebelumnya 10 menjadi 16 institusi.
“Militer itu bukan hanya soal perang bersenjata. Banyak prajurit TNI yang memiliki keahlian dan selama ini diperbantukan di beberapa kementerian sesuai dengan kebutuhan negara. Jadi, ini bukan sesuatu yang baru,” jelasnya.
Saat ini, 10 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati prajurit aktif antara lain:
Adapun enam lembaga tambahan yang sedang dibahas dalam revisi adalah:
“Diskusi mengenai penugasan prajurit TNI di kementerian dan lembaga ini masih terus berlangsung. Jika jumlahnya bertambah menjadi 16 institusi, itu tetap dalam koridor aturan yang sah,” tutup Sandri.
Editor : Hasiholan Siahaan