get app
inews
Aa Text
Read Next : Anggota Komisi III DPR RI: Segera Ungkap Jaringan Mafia Kasus di Mahkamah Agung

Ketua IPW Menduga Pasal Suap Sengaja Tidak Dimasukkan dalam Dakwaan Zarof Ricar

Selasa, 25 Maret 2025 | 21:22 WIB
header img
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, SH, menduga bahwa pasal suap sengaja tidak dimasukkan dalam dakwaan Zarof Ricar

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Tidak dicantumkannya pasal suap dan TPPU dalam surat dakwaan terdakwa Zarof Ricar terkait barang bukti berupa uang senilai Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas memunculkan dugaan adanya permainan hukum, penyalahgunaan wewenang, serta kejahatan dalam jabatan. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab Jampidsus Febrie Adriansyah, selaku pemimpin tertinggi di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, yang memiliki kewenangan dalam penyidikan dan penuntutan perkara korupsi.

"Barang bukti berupa uang dan emas yang jumlahnya sangat besar seharusnya menjadi bukti terang benderang. Namun, jaksa justru membuatnya gelap dengan hanya mendakwa Zarof Ricar menggunakan pasal gratifikasi. Padahal, secara hukum, Zarof Ricar tidak memiliki kapasitas untuk menerima gratifikasi karena ia bukan hakim pemutus perkara. Bahkan, ada indikasi kuat bahwa terdapat meeting of minds antara pemberi dan Zarof Ricar sebagai perantara penerima suap dalam kasus ini. Dengan demikian, pasal suap dan TPPU semestinya diterapkan kepada terdakwa," ujar ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Dr. Azmi Syahputra, SH, MH, dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Selasa (25/3/2025).

Menurut Azmi, Jampidsus Febrie Adriansyah tentu memahami ketentuan dalam Pasal 143 KUHAP yang mewajibkan jaksa merumuskan dakwaan secara lengkap dan cermat. Namun, dakwaan terhadap Zarof Ricar justru dibuat tidak lengkap dengan tidak menguraikan asal-usul uang suap senilai Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas yang ditemukan saat penggeledahan di rumahnya di Jl. Senayan No. 8, Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dalam penggeledahan tersebut, ditemukan pula catatan yang berisi nama-nama pihak yang terlibat, seperti "Titipan Lisa", "Untuk Ronal Tannur: 1466/Pid.2024", "Pak Kuatkan PN", serta "Perkara Sugar Group Rp 200 miliar". Catatan ini menguatkan dugaan bahwa uang sebesar Rp 200 miliar tersebut merupakan bagian dari suap kepada hakim agung yang menangani sengketa perdata antara PT Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf dengan Marubeni Corporation (MC). Bahkan, Zarof Ricar disebut-sebut telah menyebut beberapa nama hakim agung yang terlibat, termasuk Ketua MA Soltoni Mohdally, mantan Ketua Kamar Perdata MA asal Lampung, serta Hakim Agung Syamsul Maarif.

Namun, alih-alih mendalami dugaan tersebut, Jampidsus Febrie Adriansyah justru berdalih bahwa penyidik tidak wajib memeriksa seseorang hanya karena disebut oleh tersangka. "Sikap ini bisa berujung pada dugaan pelanggaran Pasal 412 dan Pasal 216 KUHP," tegas Azmi.

Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, SH, menduga bahwa pasal suap sengaja tidak dimasukkan dalam dakwaan Zarof Ricar untuk melindungi pihak pemberi suap agar tidak ikut terseret sebagai tersangka. Selain itu, langkah ini diduga bertujuan untuk "menyandera" Ketua MA Sunarto dan sejumlah hakim agung yang diduga menerima suap.

"Penyidik Pidsus Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Jampidsus Febrie Adriansyah kerap melakukan maladministrasi, merekayasa kasus korupsi, dan menerapkan standar ganda dalam penuntutan. Untuk memastikan putusan sesuai dengan kepentingan tertentu, Ketua MA diduga 'disandera' melalui kasus Zarof Ricar," kata Sugeng.

Ia juga menyoroti kejanggalan dalam dakwaan yang tidak menguraikan asal-usul uang suap Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas, padahal kasus ini telah ramai diberitakan. Sebagian uang suap senilai Rp 200 miliar diduga berasal dari perkara sengketa perdata antara SGC dan MC. Hakim Agung Syamsul Maarif bahkan nekat melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024 hanya dalam 29 hari, meskipun berkas perkara setebal tiga meter.

Perkara ini melibatkan sengketa hukum bernilai triliunan rupiah yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2010 melalui putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009, yang memenangkan pihak MC. Namun, SGC kembali mengajukan gugatan dengan memanfaatkan asas ius curia novit sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Menurut Sugeng, dugaan suap yang melibatkan Zarof Ricar bukan hanya terkait perkara PK No. 1362 PK/PDT/2024, tetapi juga kasus-kasus sebelumnya yang didaftarkan oleh PT Sugar Group Company, seperti No. 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, dan No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst. Total dugaan suap yang digelontorkan oleh SGC kepada Zarof Ricar diyakini melebihi Rp 200 miliar.

Menariknya, meskipun sudah pensiun, Zarof Ricar tetap diikutsertakan dalam berbagai perjalanan dinas Mahkamah Agung RI. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa kasus ini sarat dengan kepentingan politik dan hukum yang lebih besar.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut