get app
inews
Aa Text
Read Next : Ratusan Guru Besar Desak Menkes Mundur, Pengamat: Waktunya Bertanggung Jawab

Waspada Depopulasi! Jakarta dan Bali Terancam Alami Penurunan Penduduk Lebih Cepat

Kamis, 15 Mei 2025 | 08:00 WIB
header img
Sambut Hari Keluarga Internasional, Rabu (15/5/2025), Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) rilis hasil studi baru, bertema, Masa Depan Penduduk Indonesia: Kebijakan dan Strategi untuk hadapi potensi Depopulasi

JAKARTA, iNewsTangsel.id- Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) merilis hasil studi barunya, bertema, "Masa Depan Penduduk Indonesia: Kebijakan dan Strategi untuk Menghadapi Potensi Depopulasi" bertepatan dengan momen Hari Keluarga Internasional yang jatuh pada hari Rabu (15/5/2025).

Adanya studi ini ingin menyoroti ancaman depopulasi yang mulai menghantui sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta dan Bali, akibat terus menurunnya angka kelahiran dan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia.

Peneliti LD FEB UI, Turro Wongkaren menjelaskan, studi yang dilakukan sejak November 2024 ini menekankan keputusan keluarga untuk memiliki lebih sedikit anak telah menciptakan tren baru yang mengarah pada penuaan populasi dan perubahan struktur keluarga secara nasional.

Lantas, sambung dia, apabila dibiarkan, kondisi ini bisa memicu penurunan jumlah penduduk atau depopulasi di berbagai wilayah lebih cepat dari yang diperkirakan.

Dia menjelaskan dari proyeksi Sensus Penduduk 2020,  meskipun Indonesia secara nasional belum akan mengalami depopulasi hingga 2050. Sementara itu, dua provinsi DKI Jakarta dan Bali, diperkirakan akan mengalaminya lebih dulu, yaitu pada tahun 2026 dan 2046.

"Tentunya kenyataan ini bukan sekadar isu demografi, tapi krisis masa depan yang akan berdampak langsung pada ekonomi, ketenagakerjaan, dan stabilitas sosial," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (15/5/2025). 

Dia mengungkapkan, adanya penurunan angka kelahiran menjadi faktor utama pemicu. Total Fertility Rate (TFR) Indonesia menurun drastis dari 5,61 pada 1970 menjadi 2,18 pada 2020, dan diprediksi terus menurun hingga 2045.

Adanya penurunan ini tentu bukan hanya fenomena nasional, tetapi juga dipengaruhi disparitas regional, ekonomi, dan pendidikan.

Sebagai contoh di DKI Jakarta, misalnya, wilayah elite ini menunjukkan angka kelahiran sangat rendah. Sementara, daerah dengan penduduk ekonomi menengah ke bawah masih menunjukkan kelahiran yang relatif tinggi. Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal masa depan ekonomi dan sosial bangsa.

"Ini jadi tanda bahaya, apabila tak segera ditanggulangi, Indonesia bisa mengalami kondisi seperti Jepang dan Korea Selatan yang kini tengah berjuang menghadapi dampak depopulasi, seperti krisis tenaga kerja, perlambatan ekonomi, hingga punahnya budaya lokal karena minimnya generasi penerus,” imbuhnya. 

Dia memaparkan, laporan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah pusat dan daerah untuk segera merumuskan kebijakan populasi yang adaptif, inklusif, dan berbasis karakteristik wilayah.

Hal ini dikarenakan masa depan Indonesia tergantung pada keputusan yang diambil. Untuk itu, pihaknya merekomendasikan empat kebijakan strategis yang bisa diadopsi segera. 

“Pertama, kebijakan mon medis dengan meningkatan fasilitas penitipan anak dan ruang laktasi di kantor-kantor. Selain itu, pengelolaan migrasi antarwilayah dengan memperhatikan nilai dan norma lokal.Kedua, kebijakan medis, ada peningkatan akses layanan infertilitas di Puskesmas dan klinik dasar serta pengakuan infertilitas sebagai penyakit agar biaya pengobatannya bisa ditanggung BPJS,” terang dia. 

Dia kembali menegaskan, bahwa kebijakan peningkatan angka kelahiran harus bersifat personal dan berbasis kewilayahan. Tidak bisa satu solusi untuk semua daerah. Jakarta beda dengan Papua, Bali beda dengan NTT.

Dengan proyeksi pertumbuhan penduduk nasional yang bisa turun hingga 0,25% pada 2050, pemerintah pusat dan daerah diimbau tidak menunda kebijakan intervensi. Tujuannya tentu untuk menjaga agar kelahiran tetap stabil bukan sekadar wacana, tapi langkah vital untuk keberlanjutan bangsa.

Meski secara nasional, depopulasi belum terjadi, namun langkah antisipatif sangat penting mulai sekarang. Karena tak ada satu pun negara di dunia yang berhasil menaikkan angka kelahiran kembali ke tingkat pengganti (replacement level).

Oleh karenanya, Indonesia tidak boleh terlambat dan harus belajar dari pengalaman Jepang dan Korea Selatan yang kini bergulat dengan krisis demografi,” tutupnya. 

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut