An-Nawawi membuat judul bab untuk hadis ini, Anjuran untuk memakai sandal atau alas kaki lainnya. Kemudian beliau menjelaskan maksud hadis:
Maknanya, bersandal disamakan seperti naik kendaraan dalam hal sama-sama meringankan beban, tidak mudah kelelahan, kakinya lebih terjaga dari bahaya di jalan, seperti duri, jalanan yang kasar, atau kotoran. Hadis ini juga menunjukkan anjuran menggunakan sandal atau apapun yang dibutuhkan ketika safar sebagai perbekalan ketika safar. (Syarh Sahih Muslim, 14/73).
Kapan memakai alas kaki bernilai pahala? Pada asalnya, memakai alas kaki termasuk perkara tradisi, siapapun bisa melakukannya, termasuk orang yang tidak beragama. Karena itu, semata memakai sepatu, bukan termasuk amal yang berpahala.
Kapan ini menjadi berpahala? Jawabannya, jika diniatkan untuk mengikuti perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (al-Imtitsal). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya semua amal tergantung niat, dan sesungguhnya pahala yang diperoleh seseorang tergantung niatnya". (Muttafaq ‘alaih).
Itulah pentingnya memiliki ilmu tentang sunah, sehingga setiap kebiasaan kita yang sesuai sunah, bisa kita niatkan dalam rangka mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian ulama mengatakan, ibadahnya orang yang lalai hanya menjadi kebiasaan, sementara kebiasaan orang yang sadar bisa menjadi ibadah. (Syarh al-Arbain an-Nawawi, Ibnu Utsaimin, halam 9)
Demikian, Allahu a’lam.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait