JAKARTA, iNews.id - Perkumpulan mahasiswa yang mengatasnamakan Pro Kader Lintas Mahasiswa Indonesia (PROKLAMASI) menggugat UU Pemilu ke MK. Tergabung dalam PROKLAMASI tersebut adalah Josua Silaen, Rolis Barson Sembiring, Sheehan Ghazwa, Bima Saputra, Michael Purnomo, Marvella Nursyah Putri, Ahmad Ghiffari Rizqul Haqq, Muhammad Nugroho Suryo Utomo, Fathor Rahman, Agusta Richo Figarsyah, Bagus Septyan Fajar dan Noval Fahrizal Gunawan.
Mereka meminta MK untuk mereview pasal di UU Pemilu agar KPU dan Bawalu mengungkap rekam jejak hingga kondisi kesehatan mental para capres-cawapres ke publik. Hal ini perlu dilakukan supaya masyarakat tidak salah pilih saat Pilpres mendatang.
Gugatan PROKLAMASI didaftarkan ke MK pada Kamis (21/9/2023) siang dengan nomor AP3:128/PUU/PAN.MK/AP3/09/2023 dari MK.
Pasal yang digugat adalah Pasal 12 huruf (L), Pasal 93 huruf (M), serta pasal penjelasannya yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 12 huruf L berbunyi:
KPU bertugas melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pasal 93 huruf m berbunyi:
Bawaslu bertugas melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Para pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang telah diberikan hak konstitusionalnya dalam memilih Capres dan Cawapres pada pesta demokrasi Pilpres Tahun 2024. Alasan permohonan ini diajukan dalam rangka untuk menjaga hak konstitusional para pemohon dari kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh pasal-pasal sebagaimana dimaksud," kata kuasa hukum PROKLAMASI, Sunandiantoro, di Gedung MK, Jakarta Pusat, usai mendaftarkan gugatan.
Poin penting dalam permohonan itu ialah meminta MK memperjelas tugas KPU dan Bawaslu dalam melakukan verifikasi Capres dan Cawapres. Yaitu KPU bersama Bawaslu melaksanakan penelitian khusus (litsus) tentang rekam jejak pasangan calon yang telah terdaftar dan terverifikasi di KPU melipui rekam medis kesehatan fisik, mental dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tindak pidana berat lainnya dan rekam jejak karir pekerjaan dan prestasinya.
"Serta mengumumkan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat paling lambat pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon, dan melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Rekam jejak tersebut harus secara terang benderang, sehingga KPU/Bawaslu harus diberi kewenangan untuk meminta data dari lembaga terkait.
"Dalam hal penelitian khusus tersebut, kami juga berharap lembaga/ pihak terkait dapat memberikan data dan informasi dimaksud kepada KPU dan Bawaslu untuk selanjutnya dapat disampaikan secara terbuka kepada masyarakat," katanya.
"Tujuannya untuk memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat sehingga mereka dapat memilih Capres dan Cawapres yang benar-benar sehat secara jasmani dan rohani serta terbebas dari rekam jejak yang buruk. Harapannya Presiden dan Wakil Presiden terpilih adalah putra-putri terbaik bangsa Indonesia yang mampu mengemban amanah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," sambungnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait