JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pemilu 2024 dianggap rentan terhadap kecurangan. Langkah politik Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, sebagai cawapres bersama Prabowo Subianto, menciptakan situasi di mana pesaing lainnya seakan menghadapi "incumbent bayangan".
"Meskipun tidak langsung berhadapan dengan incumbent, dukungan Jokowi terhadap paslon 02 terasa kuat di lapangan," kata Ahmad Rouf Qusyairi, Ketua Forum Masyarakat Santri Nusantara (FormasNU), dalam diskusi Polemik Trijaya, Sabtu (13/1/2024).
Gus Rouf, mengakui adanya potensi kecurangan dalam setiap pemilu karena mereka yang terlibat cenderung menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan berkuasa.
"Kuncinya adalah bagaimana kita dapat meminimalisir potensi kecurangan tersebut, idealnya hingga nol koma sekian persen. Ini sangat penting untuk kualitas demokrasi, sehingga hasil kontestasi pileg maupun pilpres memiliki legitimasi kuat dan dapat diterima oleh publik," harap Rouf, yang juga menjabat sebagai Deputi Santri Milenial.
Sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi kecurangan dalam pemilu, FormasNU bersama Timnas Amin aktif menggalang partisipasi publik melalui gerakan Kentongan Perubahan.
Menurut Gus Rouf, kentongan menjadi simbol peringatan berbasis kebajikan lokal, menandakan bahwa kondisi negara tidak sedang optimal, terutama ketika lembaga penyelenggara pemilu terlihat agak kurang tegas. Dalam era digital saat ini, dia menyadari bahwa kentongan dianggap usang oleh generasi milenial.
Namun, Gus Rouf melihat kentongan sebagai alat kreatif yang memiliki nilai, digunakan untuk menyamakan frekuensi dan diekspos melalui media sosial.
Terobosan ini mendapatkan respon positif dari masyarakat, dengan puluhan ribu kentongan diproduksi dan ribuan pemesan melalui WhatsApp.
Gus Rouf mengajak pendukung AMIN untuk membawa kentongan saat mendatangi TPS pada 14 Februari, sebagai cara untuk membuat siapa pun yang berniat curang merasa terancam. "Ini akan memunculkan rasa percaya diri. Dengan cara yang sederhana, jika ada indikasi kecurangan, tinggal bunyikan kentongan, tidak lagi terjebak pada prosedural," tambahnya.
Ia mengajak masyarakat untuk mengawasi seluruh tahapan pemilu karena indikasi kecurangan sangat nyata. Mengapa menggunakan kentongan? Menurut Gus Rouf, kentongan sudah menjadi bagian familiar di Indonesia. "Di kampung-kampung, jika ada ancaman perampokan, kebakaran, atau banjir, kentongan selalu dibunyikan," ungkapnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait