Terlebih, proses penghitungan ulang surat suara juga merupakan purifikasi suara yang diperoleh langsung dari para pemilih di TPS. Hal itu mencerminkan kehendak sebenarnya dari rakyat sebagai pemilik suara.
Bukti Tidak Cukup
Menurut Guntur, dalam konteks permohonan a quo, petitum Pemohon yang menghendaki agar Mahkamah menetapkan perolehan suara Pemohon untuk pengisian Anggota DPR RI di Dapil II Banten sebanyak 142.279 suara sesuai dengan Keputusan KPU 360/2024 menjadi kehilangan dasar rasionalitasnya.
Hal itu karena setelah dilakukan pembukaan kotak hingga kemudian dilakukan penghitungan ulang surat suara, ternyata terdapat perubahan perolehan suara. Meskipun Pemohon mendalilkan perolehan suaranya berkurang sebanyak 189 suara karena dinyatakan tidak sah, akan tetapi MK tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan adanya upaya yang dilakukan secara sengaja oleh Termohon untuk mengurangi perolehan hasil suara Pemohon pasca penghitungan ulang surat suara.
Berdasarkan bukti dan fakta dalam persidangan, MK meyakini proses pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dilakukan Termohon atau KPU dapat dibenarkan karena pada dasarnya telah memenuhi prinsip transparansi dan keadilan (fairness). Tindakan Termohon tersebut atas perintah Mahkamah yang didasarkan adanya permohonan Pemohon sebelumnya.
Oleh karena itu, berkaitan dengan perolehan suara yang dituangkan dalam SK 360/2024 yang telah dipersoalkan oleh Pemohon di MK melalui Permohonan sebelumnya, yang justru meminta perolehan suaranya dikembalikan berdasarkan SK 360/2024.
MK justru melihat sikap demikian menunjukkan ketidakkonsistenan Pemohon dalam pengajuannya ke MK.
Dengan demikian, menurut MK, dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait