JAKARTA, iNewsTangsel.id - Publik saat ini bingung dengan banyaknya informasi yang simpang siur mengenai bahaya Bisphenol-A (BPA) terhadap kesehatan. Sebagian besar masyarakat mungkin pernah mendengar tentang BPA, namun hanya sedikit yang benar-benar memahami apa itu BPA.
BPA adalah senyawa kimia yang pertama kali dibuat pada tahun 1891 dan telah digunakan secara luas. Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari lainnya, seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal untuk struk belanja.
Pada air minum khususnya dengan kemasan galon berbahan polikarbonat, hingga saat ini belum ada kasus penyakit atau masalah kesehatan yang terkait langsung dengan kontaminasi BPA. Namun, belakangan ini narasi mengenai bahaya BPA bagi kesehatan terus berkembang, meskipun belum ada riset yang cukup kuat dan kesepakatan di kalangan ahli yang mendukung pernyataan tersebut.
Penting diketahui bahwa air minum dengan kemasan galon berbahan polikarbonat diproduksi sesuai dengan aturan dan standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan telah digunakan oleh masyarakat Indonesia selama lebih dari 40 tahun.
Dr. Laurentius Aswin Pramono, seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialisasi Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan secara pasti bahwa BPA dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
"Saya tegaskan bahwa sampai saat ini, belum ada bukti kuat atau data ilmiah yang cukup untuk menyatakan bahwa BPA dapat menyebabkan masalah kesehatan, baik itu gangguan hormonal atau bahkan diabetes," jelasnya.
Penelitian yang ada saat ini menunjukkan bahwa ketika BPA masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan didetoksifikasi oleh hati dan kemudian dibuang melalui urin dan feses, sehingga tidak masuk ke dalam sistem peredaran darah. Dengan demikian, jumlah kecil BPA yang masuk ke dalam tubuh dianggap tidak berbahaya bagi kesehatan.
Air Kemasan Galon Aman Diminum
Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian independen mengenai keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan (AMDK) galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat. Penelitian yang dirilis oleh Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa semua sampel air galon yang diuji aman untuk dikonsumsi, sesuai dengan standar dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D., Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, menegaskan bahwa semua sampel air minum yang diuji bebas dari kandungan zat berbahaya, termasuk BPA. "Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji. Artinya, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), BPOM, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," kata Zainal.
Paparan BPA dari penggunaan galon air minum sehari-hari masih berada dalam batas aman. Menurut Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA), batas aman BPA adalah 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari, sementara penelitian terbaru dari Kelompok Studi Polimer ITB menunjukkan bahwa paparan BPA tidak terdeteksi dalam sampel air kemasan galon. Penelitian dilakukan menggunakan alat ukur canggih, yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC), yang dikenal dengan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L), jauh lebih kecil dari batas aman BPA yang ditetapkan regulasi.
"Sebagai analogi, BPA dalam air akan berbahaya jika kita mengonsumsi 10.000 liter air atau setara dengan lebih dari 500 galon air minum (19 liter) dalam sekali minum, yang tentu saja mustahil. Oleh karena itu, konsumen tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi air dari galon setiap hari," tambah dr. Aswin.
Sejalan dengan dr. Aswin, Dr. Zainal menjelaskan bahwa penelitian ini adalah bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK, yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, tepercaya, dan independen. "Apapun jenisnya, semua galon yang beredar di pasaran harus diperlakukan dengan baik dan benar, termasuk memastikan galon tidak terpapar suhu ekstrem, yaitu di atas 150 derajat Celcius. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi air kemasan galon," tutup Dr. Zainal.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait