JAKARTA, iNewsTangsel.id - Senyawa kimia Bisphenol A (BPA) yang banyak digunakan dalam pembuatan botol plastik, galon air minum isi ulang, hingga kemasan makanan, dinilai berdampak serius terhadap tumbuh kembang anak. Para ahli kesehatan memperingatkan, bayi dan balita menjadi kelompok paling rentan karena tubuhnya masih dalam tahap perkembangan dan sistem detoksifikasi belum matang sempurna.
“Metabolisme bayi belum mampu mengurai BPA dengan optimal, sehingga paparan zat ini bisa bertahan lebih lama dalam tubuh mereka dibandingkan orang dewasa,” kata pakar kesehatan yang juga Direktur Eksekutif Portal Kesehatan Masyarakat (Portkesmas), dr. Basrah Amru di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurut dia, seorang anak bisa terpapar BPA sejak dalam kandungan sehingga dapat memengaruhi perkembangan otaknya. Apalagi, senyawa berpotensi menyebabkan perubahan struktur otak, khususnya pada bagian yang mengatur kognisi dan perilaku.
“Akibatnya, anak yang terpapar BPA lebih berisiko mengalami hiperaktivitas, kecemasan, hingga gangguan memori jangka pendek. Untuk jangka panjang, dapat meningkatkan risiko obesitas dan diabetes tipe 2. Karena zat ini dapat memengaruhi cara tubuh menyimpan lemak, mengatur rasa lapar, dan memproses glukosa,” terang dr. Basrah.
Selain itu, lanjutnya, BPA juga berpotensi melemahkan sistem imun anak. Penelitian menemukan, paparan BPA dapat menurunkan kadar interleukin-10 (IL-10), senyawa yang membantu mengendalikan peradangan. Kondisi ini membuat anak lebih rentan terhadap penyakit autoimun, alergi, maupun infeksi.
“Bahayanya, BPA juga dikenal sebagai xenoestrogen, yakni zat kimia yang dapat meniru hormon estrogen alami dalam tubuh. Kondisi ini bisa mengacaukan sistem endokrin, yang berperan penting dalam pertumbuhan seksual, metabolisme, serta keseimbangan hormon anak,” imbuhnya
Dia menambahkan, di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan label peringatan pada produk air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat. Aturan ini menetapkan ambang batas aman migrasi BPA sebesar 0,6 mg/kg, serta mewajibkan produsen melakukan pengawasan distribusi galon guna ulang.
“Sayangnya, penerapan penuh regulasi baru akan berlaku empat tahun mendatang. Saat ini perlindungan masih dinilai terbatas, karena belum ada larangan menyeluruh terhadap penggunaan BPA dalam semua produk kemasan makanan maupun mainan anak,”terang dr. Basrah.
Dia menilai, perlindungan konsumen perlu diperkuat dengan pengawasan ketat terhadap produk beredar dan edukasi publik mengenai bahaya BPA. Label peringatan diharapkan tidak hanya menjadi formalitas, tetapi juga benar-benar dipahami masyarakat agar risiko jangka panjang pada anak dapat dicegah.
“Memang paparan BPA tidak terasa langsung, tapi dampaknya bisa seumur hidup. Maka, perlindungan anak harus menjadi prioritas,” pungkas dia.
Editor : Elva Setyaningrum
Artikel Terkait
