TANGERANG, iNewsTangsel.id - Produk kecantikan, seperti skincare dan kosmetik, telah menjadi salah satu kebutuhan utama masyarakat Indonesia saat ini. Berdasarkan data Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) pada 2021, Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara yang tertarik dengan produk kecantikan Korea Selatan, dengan 59,8% responden. Hal ini menunjukkan bahwa tren kecantikan telah berlangsung selama beberapa tahun, yang dimulai dengan maraknya produk skincare asal Korea Selatan yang terbuat dari bahan-bahan alami dengan berbagai klaim manfaat terbaik bagi kulit wajah. Selain itu, standar kecantikan yang terus berkembang di Indonesia melalui media sosial juga mendorong masyarakat, terutama wanita, untuk merawat dan mempercantik diri, sehingga skincare dan kosmetik cenderung menjadi kebutuhan pokok.
Tren produk kecantikan yang diminati banyak orang membuat berbagai brand lokal maupun internasional berlomba-lomba menciptakan produk dengan berbagai klaim manfaat sebagai teknik promosi untuk meraih keuntungan sebanyak mungkin. Hal ini menyebabkan munculnya tren "fast beauty," yaitu produk kecantikan yang diproduksi dan didistribusikan dalam waktu cepat untuk menghadapi perubahan tren target pasar yang cepat pula. Penerapan tren fast beauty di Indonesia dapat dilihat dari media sosial, seperti ketika suatu brand merilis produk baru dengan bahan yang menarik perhatian target pasar, tak lama kemudian brand lain akan merilis produk serupa, bahkan dengan kemasan mirip, untuk bersaing. Contoh lainnya terlihat dari brand yang terus-menerus merilis produk baru, baik kosmetik maupun skincare, meskipun produk sebelumnya belum lama dirilis.
Lalu, apakah tren fast beauty memiliki dampak baik atau buruk? Mungkin tren fast beauty dapat menciptakan berbagai inovasi serta membuka lapangan pekerjaan baru. Namun, tren ini juga dapat meningkatkan perilaku konsumtif di masyarakat Indonesia, terlihat dari berbagai strategi promosi yang menarik, seperti live streaming yang menawarkan diskon, harga produk yang terjangkau, hingga penggunaan buzzer untuk melakukan ulasan produk sesuai keinginan brand (Winanti dkk, 2023). Strategi promosi ini tentu dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perilaku konsumtif ketika pembelian dilakukan tanpa memahami apakah produk tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, produk fast beauty umumnya tidak melalui proses penelitian jangka panjang, yang berpengaruh terhadap kualitas produk. Penggunaan buzzer sebagai strategi promosi brand kecantikan juga sangat mengkhawatirkan karena dapat menyesatkan masyarakat dengan ulasan yang tidak asli.
Tingginya tren fast beauty juga menjadi ancaman bagi lingkungan karena meningkatkan produksi sampah dari kemasan produk kecantikan. Akibatnya, Indonesia mengalami darurat sampah, di mana kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tidak lagi mampu menampung sampah yang dihasilkan masyarakat (Shalmont, 2020). Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk membuat regulasi pengelolaan sampah dengan pengawasan ketat yang harus diterapkan oleh industri kecantikan. Peran konsumen juga diperlukan untuk mencari brand kecantikan yang telah mengintegrasikan keberlanjutan (dari perolehan bahan mentah, produksi, pengemasan, hingga pengiriman), menggunakan kemasan daur ulang, serta memilah jenis sampah kemasan produk yang dapat dikirim ke tempat produksi bahan daur ulang.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait