JAKARTA, iNewsTangsel.id - Dokter kandungan cabul di Garut, Jawa Barat, yang melecehkan pasiennya saat pemeriksaan kehamilan dengan cara meraba bagian dada sang pasien, ternyata pernah ditonjok suami pasiennya.
Hal itu dikatakan Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratna Oeni Cholifah.
Ratna mengatakan, dugaan pelecehan itu terjadi pada 2024 sempat memicu keributan. Syafril disebut sempat ditonjok suami pasien karena sang istri menjadi korban dugaan pelecehan dokter kandungan itu.
Namun, menurut Ratna, kasus tersebut berakhir damai.
"Beberapa bulan lalu (tahun 2024), pelaku pernah ditonjok sama suami pasien (karena pelecehan), tapi berakhir damai," ungkap Ratna, Rabu (16/4/2025).
Meski kasus itu berakhir damai, lanjut Ratna, dugaan pelecehan oleh Syafril kembali muncul lantaran jumlah korban lebih dari satu.
"Karena korban banyak, sekarang di-blow up kembali," lanjut dia.
Senada dengan pernyataan Ratna, sebelumnya Polres Garut juga mengatakan telah ada dua korban yang melaporkan aksi bejat Syafril. Dua korban itu diketahui bukan yang terlihat dalam video viral.
Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Susanto, mengungkapkan pihaknya telah mengamankan Syafril.
Saat ini, kata Joko, Syafril tengah berada di ruangan khusus untuk menjalani pemeriksaan intensif. "Yang jelas kami amankan untuk diduga pelaku, untuk dokter kita amankan sekarang sedang diperiksa," ujarnya.
"Saat ini, untuk pelaku ada di ruangan khusus untuk dilakukan pemeriksaan intensif," imbuhnya.
Sementara itum Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengecam keras tindak dugaan pelecehan seksual oleh M Syafril Firdaus. Ia pun mendesak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mencabut izin dari dokter tersebut.
"Ya gini saja, kalau dokter lecehkan pasien di Garut, kan dokter ada komite etiknya." "Berhentikan saja, cabut izin dokternya, kenapa harus susah?" kata Dedi di Gedung Pakuan, Kota Bandung.
Selain mendesak IDI, Dedi meminta perguruan tinggi tempat terduga pelaku menempuh pendidikan, untuk mencabut gelar kedokterannya. Hal ini, kata Dedi, sebagai bentuk sanksi tegas dan efek jera.
Dedi juga mendukung proses hukum terkait kasus ini, agar terduga pelaku mendapat sanksi setimpal.
"Ya cabut aja izin praktik dokternya dan bila perlu perguruan tingginya yang meluluskan dokter itu mencabut gelar dokter," tukasnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait