JAKARTA, iNewsTangsel.id - Kejaksaan Agung dinilai bisa menerapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menangani kasus dugaan suap senilai Rp 60 miliar yang melibatkan advokat Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, terkait dengan vonis lepas tiga terdakwa korporasi dalam perkara CPO.
Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan bahwa penerapan Pasal TPPU merupakan salah satu cara untuk memiskinkan koruptor. Menurutnya, pasal ini dapat dikenakan kepada siapa saja, tidak terbatas hanya kepada penyelenggara negara, asalkan terbukti ada kekayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Penerapan TPPU tetap bisa dilakukan. Prinsip utamanya adalah memiskinkan koruptor dengan mengenakan delik yang bisa menyeret harta-harta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” jelas Herdiansyah saat dimintai tanggapan, Senin (28/4/2025).
Menurutnya, masalahnya bukan terletak pada apakah pelaku adalah penyelenggara negara atau swasta, melainkan apakah ada bukti yang menunjukkan asal-usul kekayaan yang tidak jelas, yang dapat digunakan untuk menyembunyikan hasil kejahatan. Harta-harta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut, kata dia, sering kali menjadi objek dalam kasus pencucian uang.
“Koruptor, baik dari kalangan penyelenggara negara maupun swasta, sering kali berupaya menyembunyikan hasil kejahatan melalui pencucian uang,” tambahnya.
Dia juga menjelaskan bahwa salah satu cara memiskinkan koruptor adalah dengan mengaitkan tindak pidana korupsi dengan delik TPPU, untuk menindak harta yang diduga berasal dari tindakan ilegal.
Selain Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, Kejaksaan Agung telah menetapkan status tersangka terhadap sejumlah hakim, antara lain Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin. Kasus ini juga melibatkan Panitera Muda Perdata Wahyu Gunawan.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait