JAKARTA, iNewstangsel - Vonis empat tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Taqiyuddin Hilali dalam perkara narkotika menuai kritik pedas dari tim penasihat hukumnya. Sidang putusan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Daniel Ronald, S.H., M.Hum., pada Senin (26/5) dinilai mengabaikan esensi rehabilitasi bagi pengguna narkotika.
Irfan Akhyari, S.H., M.H., salah satu anggota tim kuasa hukum dari Akhyari Hendri & Partner Law Office, menyatakan kekecewaannya yang mendalam atas putusan tersebut.
"Kami sangat menyayangkan putusan ini. Pengguna narkotika seharusnya dipandang sebagai korban, bukan pelaku kriminal. Pasal 127 dengan jelas mengarahkan pada pendekatan rehabilitatif," ujarnya kepada awak media usai sidang, Senin (26/5/2025).
Tim hukum juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam jalannya persidangan yang dianggap tidak transparan dan tidak adil. Salah satu poin krusial yang diungkap adalah ketidakhadiran Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saparina Syapriyanti dalam beberapa tahapan penting persidangan, termasuk saat pembacaan pembelaan dan putusan.
"Ketidakhadiran langsung JPU dalam persidangan menunjukkan ketidakseriusan dalam menjalankan tanggung jawab sebagai representasi negara," tegas Irfan.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mempertanyakan keberadaan barang bukti yang menjadi dasar penangkapan Taqiyuddin Hilali. Mereka mengungkapkan bahwa barang bukti tersebut tidak pernah diperlihatkan secara langsung di hadapan majelis hakim selama persidangan berlangsung.
"Kami tidak mengatakan barang bukti hilang, tetapi faktanya tidak pernah ditunjukkan dalam persidangan," ujar Irfan.
Kejanggalan lain yang disoroti adalah status hukum Galih Ardani, sosok yang diduga sebagai pengedar ganja dalam kasus ini. Tim hukum mengungkapkan bahwa meskipun sempat ditangkap berdasarkan bukti transaksi dengan Taqiyuddin, Galih justru dibebaskan tanpa proses hukum yang jelas.
"Mengapa Galih tidak pernah dihadirkan? Bagaimana bisa pengedar dibebaskan sementara korban justru dihukum?," tanya Irfan, mendesak Polres Metro Jakarta Selatan untuk mengusut tuntas status hukum Galih Ardani.
Menyikapi putusan yang dinilai kontroversial ini, tim penasihat hukum Taqiyuddin Hilali akan mengajukan banding. Mereka berkeyakinan bahwa vonis yang dijatuhkan sarat dengan kesalahan dalam penerapan hukum dan melanggar prinsip keadilan substantif bagi seorang pengguna narkotika.
"Kami akan ajukan banding. Ini bukan hanya soal vonis, tapi soal prinsip. Pengguna narkoba seharusnya ditangani dengan pendekatan medis dan psikologis, bukan penjara," tegas Irfan.
"Semua pihak harus duduk bersama merumuskan kebijakan yang adil dan manusiawi. Perang terhadap narkoba tidak boleh dijadikan kedok untuk menutupi praktik ketidakadilan dalam sistem hukum," tandasnya.
Editor : Aris
Artikel Terkait