Joko Widodo sendiri telah membantah hoaks tersebut, “Banyak kok tulisan (Jokowi) di truk, biasa aja. Tapi jangan diplintir jadi milik saya,” ujarnya saat ditemui di Solo, sebagaimana dikutip dari pemberitaan media massa (13/6).
Pembicara lainnya, Faisal Rachman, Pemimpin Redaksi Periskop.id, menyatakan bahwa hoaks sungguh dapat menghambat realisasi investasi.
“Pernah ada klien dari Tiongkok yang menunda investasi karena menemui hoaks di industri dan lokasi yang diminatinya di sini saat riset daring. Artinya, hoaks ini sangat berdampak riil terhadap keputusan bisnis,” ujarnya.
Sementara itu, Windarto, Ketua KJEJ yang menjadi pembicara ketiga menegaskan, bahwa media harus tetap menjalankan fungsi verifikasi.
“Ada media yang hanya ikut arus demi klik, tanpa niat memverifikasi. Ini ibarat mengail di air keruh. Tapi ada juga yang patut diapresiasi seperti Kompas dan Bisnis Indonesia, yang menyajikan klarifikasi dalam hoaks kapal JKW Mahakam-Dewi Iriana melalui penelusuran mereka atas laporan tahunan, situs resmi, dan data pelacakan kapal,” ucapnya.
Melalui diskusi ini, para pembicara sepakat bahwa hoaks adalah musuh bersama. Penanggulangannya membutuhkan sinergi lintas sektor: akademisi, media, regulator, hingga masyarakat.
Perlindungan terhadap sektor maritim sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi harus dimulai dengan membersihkan ruang publik dari hoaks.
“Langkah klarifikasi yang dilakukan oleh perusahaan pemilik kapal dan pernyataan resmi dari Komdigi dan Presiden Jokowi adalah tindakan tepat. Sekarang tinggal publik yang harus lebih cerdas dalam menyaring informasi,” tutup Algooth.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait