SERPONG, iNewsTangsel - Proyek revitalisasi pedestrian trotoar di Jalan Ciater Raya, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), rupanya masih menyisakan sejumlah persoalan.
Proyek dengan nilai anggaran mencapai Rp7 miliar itu kini menjadi sorotan publik lantaran berbagai polemik muncul di lapangan, Rabu (15/10/2025).
Sebelumnya, proyek tersebut sempat didemonstrasi oleh sejumlah mahasiswa yang menilai pelaksana proyek tidak melakukan sosialisasi kepada warga sekitar.
Para mahasiswa juga mendesak Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (DSDABMBK) Tangsel agar memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak akibat kegiatan revitalisasi tersebut.
Selain itu, proyek bernilai miliaran rupiah itu disebut tidak pernah mengantongi izin pembongkaran aset daerah dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Tangsel. Padahal, trotoar yang dibongkar dalam proyek tersebut tercatat sebagai aset resmi milik daerah.
Proyek revitalisasi trotoar di Jalan Ciater Raya sejatinya merupakan bagian dari program Pemkot Tangsel untuk mempercantik kawasan sekaligus meningkatkan kenyamanan pejalan kaki.
Pembangunan trotoar di ruas ini dilakukan secara bertahap sejak beberapa tahun terakhir, dimulai dari segmen Simpang Ciater Raya hingga ke arah Rawa Mekarjaya. Namun, langkah pembongkaran trotoar lama yang sudah tercatat sebagai aset daerah itu menuai kritik dari berbagai pihak.
Pengamat Kebijakan Publik Suhendar menilai, trotoar hasil pembangunan termasuk dalam kategori aset dan kekayaan daerah. Dengan demikian, pembongkaran tanpa izin dari instansi berwenang dapat dikategorikan sebagai tindakan perusakan aset daerah.
“Pembongkaran aset berarti merusak kekayaan daerah. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa program revitalisasi pedestrian tidak berbasis pada perencanaan yang baik dan matang,” kata Suhendar kepada wartawan, baru-baru ini.
Ia menambahkan, kebiasaan membongkar infrastruktur lama untuk membangun yang baru tanpa perencanaan matang hanya akan memboroskan keuangan daerah.
“Program yang sudah dibiayai dengan uang rakyat dihancurkan begitu saja untuk kegiatan baru, dan itu terjadi berulang kali. Ini menunjukkan adanya pemborosan anggaran,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suhendar menilai bahwa pembongkaran aset tanpa izin dari BKAD merupakan pelanggaran serius yang dapat berimplikasi hukum.
“Jika pembongkaran dilakukan tanpa melalui mekanisme dan regulasi yang berlaku, maka hal itu berpotensi menimbulkan masalah hukum,” pungkasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor PT Mahesa Karya Persada maupun Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi Tangsel belum memberikan tanggapan atas persoalan tersebut. Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan secara berulang terkait dugaan pembongkaran aset tanpa izin tersebut tidak membuahkan hasil.
Editor : Aris
Artikel Terkait
