JAKARTA, iNewsTangsel.id – Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) dengan tegas menepis kabar yang menyebut pembentukan Majelis Peninjauan Kembali (PK) menyalahi aturan.
DPP KAI menyatakan, langkah pembentukan majelis ad hoc tersebut merupakan amanat konstitusional yang tertuang jelas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.
Sekjen KAI, Apolos Djarabonga SH MH, menjelaskan bahwa pembentukan Majelis PK ini diatur dalam AD/ART Pasal 11 butir b, c, dan d, yang mencakup pembelaan diri incracht pada tingkat Peninjauan Kembali.
"Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga tersebut sudah disahkan pada Kongres IV di Bandung pada 10 Februari 2025 lalu dan sudah didaftarkan di Kementerian Hukum. Jadi kalau ada yang keberatan, itu ngawur," kata Apolos Djarabonga di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Penegasan dari DPP KAI ini muncul menyusul keberatan yang diajukan oleh Rudi Rusmadi sebagai pengadu. Rudi Rusmadi merasa tidak terima atas langkah DPP KAI membentuk Majelis PK yang diajukan oleh Advokat Muhammad Anzar Latifansyah, yang sebelumnya dijatuhi sanksi Peringatan Keras oleh Majelis Kehormatan Advokat (MKA) KAI.
Putusan MKA KAI Nomor 03/MK/DPP KAI-2008/IX/2025 yang menjatuhkan sanksi Peringatan Keras tersebut dipimpin oleh Ketua MKA OK Joesli SH MH.
Namun, setelah proses PK berjalan, Majelis PK KAI mengeluarkan Putusan No. 01/MKA-PK/DPP KAI-2008/X/2025. Majelis PK yang diketuai oleh Duin Palungkun SH ini, dengan anggota Damai Hari Lubjs SH MH dan Julius Albert Hidelilo SH MH, akhirnya memutuskan: Advokat Muhammad Anzar tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik advokat.
Apolos Djarabonga menekankan, sesuai AD/ART Pasal 11 butir F, seluruh putusan mulai dari tingkat pertama, tingkat banding, dan PK tidak dapat digugat di Peradilan Umum, menunjukkan kekuasaan mutlak Majelis PK dalam memutuskan perkara kode etik di lingkungan KAI.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
