JAKARTA, iNewsTangsel.id- Masa jabatan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa bakal berakhir pada Desember 2022 karena memasuki masa pensiun, artinya perlu banyak hal yang harus dipersiapkan secara matang. Co Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang harus menjadi konsen presiden dalam menyiapkan etape kepemimpinan di tubuh TNI.
Sutisna berpandangan bahwa, ada Tiga Skenario yang harus dipersiapkan menjelang Pergantian Panglima TNI pada bulan Desember nanti, karena Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun yang akan segera digantikan Panglima yang baru.
"Dimana sudah ada Nama Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono menguat menjadi kandidat panglima yang baru disamping nama lain KSAD Jenderal Dudung Abdurahman dan Marsekal Fajar Prasetyo," ungkap Sutisna melalui rilsi yang diterima iNews.id, Kamis (17/11/2022)
Menurut sosok yang sedang mengambil program Magister Intelijen Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan bahwa syarat menjadi panglima TNI adalah harus pernah menjabat sebagai kepala Staf Angkatan. Permasalahan dari tiga kandidat tersebut adalah masa jabatan mereka yang kurang dari 2 tahun yang pada masa sebelum pengangkatan Andika Perkasa normalnya masa jabatan panglima tidak kurang dari 2 tahun agar maksimal menjalankan program kerja.
Sehingga adanya Bottle necking yang terjadi akibat lamanya masa jabatan Mantan Panglima TNI Jadi Tjahjanto menjabat selama 4 tahun sehingga hanya menyisakan Andika Perkasa menjabat hanya 1 tahun padahal akhirnya juga Hadi Tjahjanto diangkat jadi menteri ATR BPN, jika saja dia diangkat jadi menteri pada waktu menjabat masih 3 tahun Andika Perkasa mempunyai masa jabatan 2 tahun." tukas Entis.
Selain itu, Sutisna juga mengingatkan mengenai kondisi dunia hari ini yang menyebabkan terjadinya tantangan bagi bangsa dan negara makin berat akibat krisis ekonomi global dan gejolak perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Selat Taiwan antara China vs Taiwan, gejolak di Timur Tengah konflik segi tiga Iran-Saudi-Israel.
Lalu Dunia mengarah pada polarisasi baru kekuatan Eurasia yang dimotori Rusia-China-Iran vs NATO plus yang dimotori US-Inggris-Israel. Konflik global tersebut sedikit banyak akan menyeret Indonesia dalam gejolak sosial politik, ekonomi dan militer karena kondisi strategis Indonesia yang diperlukan pihak-pihak yang bertarung. "Tandas Sutisna"
Selain itu Menurut Sutisna Ancaman bagi Indonesia bisa dari gejolak dari dalam negeri maupun konflik langsung dari luar. Kenaikan BBM memicu eskalasi demonstrasi yang belum kunjung reda karena naiknya harga bahan pokok, belum lagi ancaman polarisasi masyarakat jelang pemilu 2024 karena menguatnya eksitensi jaringan ekstrem kanan dan kiri. Soal kasus pejabat polri yang terlibat pembunuhan juga menjadi pemicu panasnya situasi nasional. Separatisme atau ancaman disintegrasi periperal masih menjadi momok bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik dari luar bisa terjadi di Laut Natuna karena gesekan kepentingan China dengan negara ASEAN dan mungkin saja terjadi serangan proxy war melaui jaringan teror di Selat Malaka untuk menggangu rantai suplai logistik Dunia.
Sehingga dalam rangka mengahadapi segala bentuk ancaman dan tantangan yang ada diperlukan TNI yang kuat yang memiliki program kerja berkelanjutan, yang selama di bawah kepemimpinan Jenderal Andika Perkasa terliat sukses membangun postur pertahanan dan mampu meningkatkan kemampuan parjurit dengan membangun kerjasama dengan negara-negara yang hebat secara militer. "Ungkap Sutisna".
Sutisna juga membeberkan dalam hal skenario pergantian Panglima TNI maka ada skenario memperpanjang jabatan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk melanjutkan program kerja dan menghadapi situasi yang makin berat dan melihat track record Andika Perkasa yang mampu mengamankan perhelatan bertaraf internasional G-20. Perpanjangan masa jabatan Panglima TNI bukanlah hal yang Tabo karena pernah dilakukan oleh Presiden SBY ketika memperpanjang jabatan Panglima TNI Jenderal Endriarto Sutarto. Secara politik juga lebih ringan karena terliat mayoritas anggota Komisi 1 DPR RI mendukung masa jabatan Panglima TNI. Presiden punya hak prerogatif memperpanjang masa jabatan Panglima TNI.
Sehingga Skenario ketiga adalah memotong 1 generasi untuk memilih Panglima TNI yang artinya Presiden harus segera merotasi kepala staf yang masa jabatannya 1 tahun lagi berakhir diganti dengan PATI yang jabatannya lebih lama untuk persiapan menjadi Panglima TNI. "Semua skenario tersebut harus mempertimbangkan aspek ketepatan waktu dan kondisi yang ada. Silakan Pak Presiden." pungkas Alumni Fisip UIN Jakarta.
Editor : Solla