JAKARTA, iNewsTangsel.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan 16 unit kapal patroli cepat (fast patrol boat/FPB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tahun Anggaran 2013–2015, dengan kerugian negara lebih dari Rp117,73 miliar.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, penyidik masih terus melakukan pengusutan dan pendalaman terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan 16 unit kapal patroli cepat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Tahun Anggaran 2013–2015. Untuk kepentingan kelanjutan penyidikan kasus ini, tutur Tessa, maka penyidik mengagendakan pemeriksaan enam orang saksi pada Rabu (26/6/2024).
Tessa mengungkapkan, enam saksi tersebut yakni Bekti dan Fuad selaku Surveyor PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) Cabang Surabaya, Tonies dan Dian selaku Sekretaris/Admin PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) Cabang Surabaya, dan Direktur Utama PT Dumas Tanjung Perak Shipyards (DTPS) Andy Bintoro dan Kepala Bagian Marketing PT DTPS R Adi Tjahjono.
"Enam orang saksi tersebut dijadwalkan pemeriksaannya yang dilakukan di Polda Jawa Timur. Pemeriksaan mereka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 16 unit Kapal patroli cepat (fast patrol boat/FPB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013 sampai dengan 2015," ujar Tessa melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Rabu sore (26/6/2024).
Penyidik senior KPK ini menjelaskan, kasus ini terkait dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Diketahui, Pasal 2 ayat (1) UU a quo mengatur di antaranya setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sedangkan Pasal 3 UU aquo mengatur di antaranya setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Editor : Hasiholan Siahaan