Perlu tidak Gen Z mengetahui Gizi Seimbang?
Oleh : Nur Khofifah Indarwati Mahasiswa Profesi Dietisien, Universitas Esa Unggul
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Generasi Z, atau yang biasa disebut Gen Z, adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini tumbuh di era teknologi informasi dan digital yang berkembang pesat.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, masyarakat dengan mudah dapat mencari dan mengakses informasi mengenai kesehatan dan gizi.
Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi kurus dan gemuk pada usia 13-15 tahun masing-masing adalah 11,1% dan 10,8%. Prevalensi kurus, berat badan lebih, dan obesitas pada kalangan dewasa berturut-turut adalah 8,7%, 13,5%, dan 15%.
Peningkatan prevalensi obesitas pada kalangan dewasa mencapai 21,8%. Tingginya prevalensi ini menjadi indikator rendahnya pengetahuan gizi seimbang di kalangan Gen Z. (Riskesdas 2018)
Kementerian Kesehatan telah mensosialisasikan pedoman gizi seimbang dengan konsep "Isi Piringku". Pedoman ini tetap berlandaskan pada gizi seimbang dengan model visual "Isi Piringku". Dalam pedoman ini, porsi makanan seimbang terdiri dari 2/3 dari setengah piring makanan pokok, 1/3 dari setengah piring lauk pauk, 1/3 dari setengah piring buah, dan 2/3 dari setengah piring sayuran.
Gizi seimbang adalah susunan makan sehari-hari yang jenis dan jumlah zat gizinya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Beberapa sumber bahan makanan telah dikenal oleh masyarakat. Sumber makanan pokok meliputi nasi, kentang, singkong, dan lainnya. Sumber lauk pauk berasal dari protein hewani (ikan, ayam, daging sapi, telur, dan lainnya) dan nabati (tahu, tempe, kacang-kacangan). Sumber buah meliputi jeruk, melon, semangka, dan lainnya. Sumber sayuran meliputi bayam, kangkung, wortel, sawi, dan lainnya.
Jadi, apakah Gen Z perlu mengetahui gizi seimbang? Perlu, karena asupan yang kita konsumsi saat ini akan menentukan status gizi atau kesehatan di masa depan. Diharapkan dengan memahami prinsip gizi seimbang yang divisualisasikan melalui "Isi Piringku", Gen Z dapat menerapkan pola hidup lebih sehat untuk mencegah penyakit tidak menular (degeneratif) di kemudian hari (Parapat et al., 2021).
Editor : Hasiholan Siahaan