JAKARTA, iNewsTangsel.id - Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) mengkritik keras vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Banjarmasin terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming. Ketua Umum Permahi, Fahmi Namakule, menyebut proses hukum dalam kasus ini penuh kejanggalan dan berpotensi mencederai keadilan.
Fahmi menyoroti berbagai tahapan proses hukum yang terkesan dipaksakan, mulai dari penyelidikan hingga penetapan tersangka yang dilakukan dalam waktu singkat. "Dalam waktu hanya satu minggu, kasus ini melaju dari penyelidikan ke penyidikan dan penetapan tersangka. Ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah proses hukum ini murni atau sudah direkayasa?" ujar Fahmi,.Senin (4/11/2024).
Salah satu kejanggalan mencolok adalah absennya saksi ahli dalam bidang administrasi dan perizinan, yang biasanya menjadi kunci dalam kasus gratifikasi terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP). "Bagaimana mungkin keputusan penting diambil tanpa masukan dari saksi ahli yang relevan?" tanya Fahmi.
Permahi juga menyoroti langkah KPK yang menetapkan Maming sebagai buronan sehari sebelum keputusan praperadilan diumumkan. "Ini bukan hanya langkah yang mencurigakan, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi dan prinsip keadilan. Mengapa KPK terburu-buru mengeluarkan status buron?" kata Fahmi.
Menurut Fahmi, vonis yang dijatuhkan majelis hakim juga keliru dalam penerapan pasal hukum. "Pasal 93 UU Minerba seharusnya diterapkan pada pemegang IUP, bukan pada pejabat yang mengeluarkan izin. Fakta ini diabaikan oleh majelis hakim, sehingga putusannya menjadi sangat tidak adil," tegasnya.
Permahi berencana untuk mengajukan pendapat hukum resmi kepada majelis hakim dalam persidangan peninjauan kembali (PK). "Kami akan terus mengawal proses ini untuk memastikan keadilan ditegakkan dan nama baik Mardani H Maming dipulihkan," tutup Fahmi.
Dengan mengungkap berbagai kejanggalan ini, Permahi berharap publik semakin kritis dan mendorong reformasi dalam penegakan hukum di Indonesia.
Editor : Hasiholan Siahaan