Bareskrim Selidiki Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dalam Kasus Nenek 70 Tahun di Halmahera Utara

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Penetapan tersangka terhadap Henny Syiariel (70), seorang nenek asal Halmahera Utara, atas dugaan pemalsuan dokumen tanah kini menjadi sorotan publik. Kuasa hukum Henny, Dhimas Yemahura, menyatakan bahwa kasus ini lebih bersifat sengketa administratif daripada pidana, sehingga penanganannya melalui jalur kriminal dinilai tidak tepat. Ia menegaskan bahwa tuduhan pemalsuan yang dialamatkan kepada kliennya tidak didukung oleh bukti kuat.
Menurut Dhimas, masalah yang sesungguhnya adalah sengketa batas tanah seluas 6 meter yang dapat diselesaikan secara damai atau melalui proses hukum perdata.
"Tidak ada unsur pidana dalam kasus ini karena surat yang dipermasalahkan tidak memiliki validitas notaris dan tidak menimbulkan hak apapun," ujar Dhimas saat memberikan keterangan pers di Mabes Polri pada Rabu (19/2/2025). Ia juga menyoroti adanya potensi pelanggaran SOP oleh kepolisian karena belum ada pemeriksaan forensik yang dilakukan.
Kondisi kesehatan Henny yang semakin menurun membuat keluarga khawatir dengan dampak psikologis dari status tersangka yang disandangnya. Dhimas menilai bahwa tindakan ini tidak hanya merugikan Henny secara pribadi tetapi juga mencerminkan ketidakadilan bagi masyarakat kecil. "Penetapan tersangka ini justru mengundang pertanyaan besar tentang motif di balik laporan tersebut," tambahnya.
Dalam upaya mencari keadilan, Dhimas mendesak agar kasus ini diselesaikan melalui mediasi untuk menghindari konflik yang berlarut-larut. Ia berharap pihak berwenang dapat bertindak bijaksana dengan mempertimbangkan kondisi fisik dan mental Henny yang sudah lanjut usia. "Keadilan harus ditegakkan dengan cara yang manusiawi, bukan malah menambah beban korban," tegas Dhimas.
Selain itu, Dhimas juga meminta Bareskrim untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan mafia pertanahan yang melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan aparat kepolisian. Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang berusaha memanfaatkan celah administratif untuk menguasai tanah milik Henny secara ilegal. "Kami mendesak transparansi dalam penanganan kasus ini demi melindungi hak-hak masyarakat kecil," kata Dhimas.
Kasus ini telah memicu reaksi dari berbagai elemen masyarakat yang menilai perlakuan terhadap Henny tidak proporsional. Sejumlah aktivis hukum dan hak asasi manusia menyerukan evaluasi terhadap mekanisme penetapan tersangka dalam kasus-kasus serupa. Mereka menekankan pentingnya pendekatan restoratif untuk mencegah kriminalisasi terhadap warga yang sebenarnya tidak bersalah.
Sementara itu, Bareskrim Polri telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini guna memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan. Henny dan keluarganya juga berharap adanya keadilan yang sebenar-benarnya bisa ditegakkan tanpa diskriminasi.
Editor : Aris