Rayakan Hari Musik Nasional 2025: Seruan Bersama Kesadaran Bersama Membayar Royalti

JAKARTA, iNewsTangsel.id- Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) bersama seluruh ekosistem dan stakeholder industri musik tanah air kompak untuk menyuarakan kesadaran untuk membayar royalti lagu yang diputar ditempat umum sesuai dengan peraturan yang berlaku
Sengkarut masalah royalti musik ini berlatar kisruh yang terjadi melibatkan Agnes Monica dan Ari Bias yang begitu menghebohkan ekosistem industri musik tanah air.
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN),Dharma Oratmangun, mengatakan banyak pihak yang belum sadar atas kewajiban membayar royalti lagu-lagu yang diputar di ruang komersil. Padahal kewajiban membayar royalti sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Masalahnya tidak banyak yang tahu atau sudah tahu tapi memang tidak mau bayar (royalti) terkait kewajiban menggunakan lagu karya cipta seseorang ,” katanya.
Selama ini pihaknya mencatat masih banyak pengguna karya cipta (lagu) yang tidak membayar hak royalti.Seperti penyelenggara acara (EO), pengusaha restoran atau hotel, hingga media seperti radio dan televisi.
Keberadaan LMKN, sebut Dharma, merupakan amanat Undang-undang Hak Cipta. Lembaga tersebut memiliki tugas untuk mengelola hak ekonomi bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
"Mestinya sebagai pelaku bisnis hiburan yang mapan dan banyak menggunakan lagu, mereka gerak cepat dalam membayar royalti. Bayar, Bayar dan Bayar. Ini tidak, masih masih diingatkan dan dikejar-kejar."kata Dharma Oratmangun berapi api.
Di Indonesia, ada beberapa LMK yang berperan menjembatani kepentingan pencipta dan pengguna karya cipta. Salah satu LMK yang menghimpun royalty dari pengguna karya cipta adalah Wahana Musik Indonesia (WAMI).
Ketua Badan Pengurus WAMI, Adi Adrian, juga menyampaikan keprihatinan yang sama masih banyak musisi dan pencipta lagu yang tidak mendapatkan hak royalti secara ideal. Dirinya mengatakan, para pengguna karya cipta seharusnya mengalokasikan anggaran atas penggunaan lagu-lagu di ruang komersil tersebut.
“Mereka gunakan lagu di restoran, hotel, TV, mengapa lagu ini bisa dipakai seenaknya saja?. Pemahaman bahwa lagu itu ada yang punya, itu yang kurang di kita. Kalo mau menjalankan bisnis yang menggunakan lagu, ya masukin anggarannya. Kalau tidak tahu tarifnya, tinggal lihat websitenya LMK, ” kata Adi menimpali pernyataan Dharma Oratmangun.
Meski begitu, Adi bersyukur sejauh ini WAMI telah berhasil melakukan collecting Royalti karya cipta dalam tahun 2024 sebesar 200 milyar, melampaui target 180 milyar. Dan target 2025 sebesar Rp 250.
Dalam kesempatan tersebut, musisi Dwiki Darmawan, mengatakan membayar royalti adalah bentuk menghargai karya orang lain. “Setiap orang harus respect terhadap hak atas kekayaan intelektual,” katanya.
Musisi yang juga merupakan Sekjen Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (Pappri) ini juga menyebut sistem royalty di sejumlah Negara sudah berjalan rapi. Hal ini berkaca pengalamannya tampil di berbagai acara di luar negeri, seperti di Jerman dan Australia.
“Saya tidak pernah pusing dengan direct license ke pencipta-pencipta lagu itu. Event Organizer (EO) langsung menanyakan list lagu yang akan saya bawakan dan mereka akan langsung mengurus hak intelektualnya,” katanya.
Melihat kenyataan tersebut Dwiki Dharmawan menekankan tentang perlunya belajar dari beberapa negara di dunia, seperti Afrika Utara yang telah menyisihkan hasil collecting royalti musik untuk memperbaiki industri musiknya, karena dikelola dengan baik dan benar
"Kita mesti belajar dari negara lain, khusus Jerman dan Afrika Utara yang telah menyisihkan hasil collecting royalti musik untuk memperbaiki industri musik," ucap suami penyanyi Ita Purnamasari ini.
Sementara Once Mekel, penyanyi yang kini sebagai anggota Dewan dan duduk di Komisi X DPR RI menyoroti tentang Royalti Performing Rights, merupakan tanggung jawab pihak penyelenggara, bukan tanggung jawab penyanyi, sesuai Undang Undang Hak Cipta.
"Mengacu pada undang-undang Hak Cipta, maka Performing Right, merupakan tanggung jawab penyelenggara, bukan penyanyi. Ini penegasan saya, biar nggak rancu," tegas Once.
Sementara itu, Diskusi Seputar Industri Musik ini mengusung tema" Diskusi Royalti Musik di Indonesia di Hari Musik Nasional. "Sistem mana yang adil?". Hadir pada diskusi Musik para musisi senior seperti Eet Sjahranie, Dharma Oratmangun, Johny Maukar, Dwiki Dharmawan, Adi Adrian, Once Mekel dan Kadri.
Dalam diskusi tersebut , narasi sekaligus keprihatinan narasumber tersebut nyaris sama, mengeluhkan pemakai lagu dalam ragam kegiatan ini terbilang masih sangat rendah.
Meski begitu, agar pandangan atau narasi lebih beragam tentunya panitia bisa menghadirkan narasumber yang lebih beragam. Dalam acara ini seharusnya bisa menghadirkan musisi muda dari daerah dan dari kalangan mahasiswa untuk membahas masalah royalti.
Editor : Hasiholan Siahaan