Korupsi Cekik Indonesia, Butuh Keberanian dan Komitmen Pemimpin!

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Korupsi di Indonesia bukan lagi sekadar kejahatan individu, tetapi telah berkembang menjadi sistem yang mengakar dan sulit diberantas. Fakta ini disorot dalam Sarasehan Kebangsaan bertema “Urgensi Berantas Kejahatan Korupsi Secara Tuntas Paripurna” yang digelar Aliansi Kebangsaan secara daring, Jumat (14/3/2025).
Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo menjelaskan, Indonesia bukan lagi dikendalikan oleh pemerintahan yang sah, melainkan oleh jaringan kepentingan di balik layar. Sehingga korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi karena lemahnya hukum, tetapi juga karena mentalitas korup yang telah merasuki berbagai lini kehidupan.
“Korupsi bukan lagi sekadar tindakan individu, tapi sudah menjadi mekanisme yang dirancang untuk menguntungkan segelintir orang. Bahkan, negara ini dikendalikan oleh kelompok kepentingan yang bekerja di balik layar," kata Ponjto saat membuka acara tersebut.
Ia juga menyoroti bagaimana state capture corruption terjadi di Indonesia. Di mana, para pejabat korupsi menggunakan hukum untuk kepentingan sendiri dan oligarki. Mereka tak segan mengambil alih sumber daya alam serta tanah adat demi keuntungan pribadi.
“Ini bukan lagi soal hukum semata, tapi persoalan moral bangsa. Korupsi bukan hanya merugikan ekonomi negara, tapi juga merusak nilai-nilai kebangsaan kita," tegas Pontjo.
Sementara itu, Mantan Ketua KPK (2015-2019), Agus Raharjo, mengungkapkan korupsi telah lama menjadi penyakit di Indonesia, bahkan sejak era kolonial. Namun, hingga kini belum ada satu pun presiden yang benar-benar berkomitmen kuat dalam pemberantasannya.
“Pemberantasan korupsi harus dimulai dari pemimpin tertinggi. Kita berharap Presiden Prabowo berani mengambil langkah nyata dan tidak hanya sekadar retorika. Di China, misalnya, yang berhasil menekan korupsi dengan komitmen tegas dari pemimpinnya. Sehingga pendapatan per kapitanya kini melesat jauh di atas Indonesia,” terang Agus.
Agus menerangkan, bahkan, Muhammadiyah dan NU juga telah berperan mengeluarkan fatwa anti-korupsi. Sayangnya, ajaran tersebut belum tersebar luas atau dipahami masyarakat secara mendalam.
Pada kesempatan yang sama, Mantan Ketua KPK (2011-2015) Abraham Samad menambahkan, korupsi di Indonesia berbeda dari negara lain karena sifatnya sistemik. Di negara-negara maju seperti AS, Jepang dan China, korupsi lebih bersifat kasuistik atau kasus per kasus. Tapi di Indonesia, korupsi sudah menjadi bagian dari sistem yang merusak tatanan negara.
“Cara pemberantasan korupsi juga harus sistemik, bukan hanya menangkap pelaku satu per satu. Untuk itu, kita butuh reformasi tata kelola pemerintahan, kementerian, dan daerah. Selain itu, harus ada kombinasi pendekatan represif dengan hukuman berat bagi koruptor, serta pencegahan melalui pendidikan karakter dan integritas nasional," pungkas Abraham.
Editor : Aris