Ketua IPW Menduga Pasal Suap Sengaja Tidak Dimasukkan dalam Dakwaan Zarof Ricar

Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, SH, menduga bahwa pasal suap sengaja tidak dimasukkan dalam dakwaan Zarof Ricar untuk melindungi pihak pemberi suap agar tidak ikut terseret sebagai tersangka. Selain itu, langkah ini diduga bertujuan untuk "menyandera" Ketua MA Sunarto dan sejumlah hakim agung yang diduga menerima suap.
"Penyidik Pidsus Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Jampidsus Febrie Adriansyah kerap melakukan maladministrasi, merekayasa kasus korupsi, dan menerapkan standar ganda dalam penuntutan. Untuk memastikan putusan sesuai dengan kepentingan tertentu, Ketua MA diduga 'disandera' melalui kasus Zarof Ricar," kata Sugeng.
Ia juga menyoroti kejanggalan dalam dakwaan yang tidak menguraikan asal-usul uang suap Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas, padahal kasus ini telah ramai diberitakan. Sebagian uang suap senilai Rp 200 miliar diduga berasal dari perkara sengketa perdata antara SGC dan MC. Hakim Agung Syamsul Maarif bahkan nekat melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024 hanya dalam 29 hari, meskipun berkas perkara setebal tiga meter.
Perkara ini melibatkan sengketa hukum bernilai triliunan rupiah yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2010 melalui putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009, yang memenangkan pihak MC. Namun, SGC kembali mengajukan gugatan dengan memanfaatkan asas ius curia novit sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Menurut Sugeng, dugaan suap yang melibatkan Zarof Ricar bukan hanya terkait perkara PK No. 1362 PK/PDT/2024, tetapi juga kasus-kasus sebelumnya yang didaftarkan oleh PT Sugar Group Company, seperti No. 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, dan No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst. Total dugaan suap yang digelontorkan oleh SGC kepada Zarof Ricar diyakini melebihi Rp 200 miliar.
Menariknya, meskipun sudah pensiun, Zarof Ricar tetap diikutsertakan dalam berbagai perjalanan dinas Mahkamah Agung RI. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa kasus ini sarat dengan kepentingan politik dan hukum yang lebih besar.
Editor : Hasiholan Siahaan