Kawasan Gaplek Pamulang Menjelma Jadi Titik Rawan Prostitusi Terselubung

“Biasanya Rp 200 ribu, langsung main di belakang ruko. Kalau dibawa ke hotel, harga tetap tapi kamar tanggung sendiri,” ungkapnya tanpa canggung. Ia juga tak menampik melayani lebih dari satu pelanggan dalam sekali waktu, tergantung permintaan dan imbalan.
Fenomena ini mencerminkan sisi lain dari kehidupan kelas menengah urban—mereka yang tampak mapan di siang hari, namun mencari pelarian di malam hari. Mobil pribadi, pakaian rapi, dan status pekerjaan tak selalu sejalan dengan kehidupan moral yang ingin dijaga.
“Yang datang bukan orang sembarangan, ada yang pakai mobil bagus, kelihatan pegawai kantoran,” tambah Redy.
Gaplek bukan kawasan lokalisasi resmi. Tapi keberadaan praktik prostitusi terselubung ini sudah menjadi perhatian masyarakat sekitar dan aparat setempat. Razia sesekali dilakukan, namun dampaknya cenderung sementara. Kegiatan berpindah-pindah, mengikuti alur permintaan dan celah pengawasan.
“Biasanya digerebek, tapi seminggu dua minggu balik lagi. Udah kayak lingkaran aja,” ujar seorang warga yang menolak namanya disebut.
Editor : Hasiholan Siahaan