JAKARTA, iNewsTangsel.id - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim memberikan analisis hukum dan konsekuensi penetapan perkara gugatan pengangkatan Ketua MK Suhartoyo oleh Anwar Usman ke PTUN Jakarta.
Sebagaimana diketahui, pasca putusan MK terkait batas usia capres-cawapres, MK kemudian membentuk Majelis Kehormatan MK atau MKMK guna memeriksa pelanggaran etika yang dilakukan oleh para hakim MK.
MKMK lalu memutuskan bahwa ketua MK, wakil ketua MK, dan hakim MK lainnya terbukti melakukan pelanggaran etika dan menjatuhkan sanksi kepada ketua MK Anwar Usman berupa pemberhentian sebagai ketua MK.
MKMK juga memerintahkan wakil ketua MK untuk membentuk forum majelis hakim MK guna memilih ketua MK yang baru. Sehingga terpilihlah ketua MK yang baru Suhartoyo.
"Yang menjadi persoalan hukum selanjutnya adalah mantan ketua MK Anwar Usman melakukan upaya hukum berupa mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta dengan tuntutan berupa penangguhan serta pembatalan keputusan ketua MK terpilih yang secara substansi mengangkat dirinya sendiri sebagai amanat pelaksanaan putusan MKMK," kata Ubaidillah.
"Jika PTUN Jakarta mengabulkan permohonan penangguhan yang diajukan oleh Anwar Usman, maka konsekuensinya adalah keputusan ketua MK terpilih Suhartoyo menjadi tidak berlaku sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," tambahnya.
Konsekuensi lainnya, kata Ubaidillah, adalah konsekuensi secara kelembagaan, yaitu terjadi kekosongan pimpinan ketua MK di MK.
Hal ini akan mengganggu kinerja MK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, di antaranya pengujian UU. Yang terdekat adalah penanganan sengketa pileg dan sengketa pilpres.
"Hal ini tentunya akan mengganggu kinerja MK dalam skala luas serta berdampak sistemik terhadap penyelenggaraan serta penyelesaian proses pemilu 2024 baik itu pileg maupun pilpres," kata Ubaidillah.
Dan jika dalam pokok perkaranya ternyata majelis hakim PTUN menyatakan batal keputusan ketua MK terpilih Suhartoyo, maka MK secara kelembagaan akan menjadi lumpuh dan tidak dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya lagi secara maksimal.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait