“Jangan hanya puas dengan hilirisasi. Langkah berikutnya adalah mengembangkan produk jadi dari komoditas nikel, seperti peralatan rumah tangga, komponen mesin, atau baterai, sambil tetap melestarikan dan meng-"hilirisasi" komoditas asli, seperti rempah-rempah. Industrialisasi untuk menghasilkan berbagai produk jadi adalah yang dapat mentransformasi dan mendiversifikasi struktur ekonomi Indonesia, terutama di wilayah Kepulauan Maluku dan Sulawesi,” jelas Geraldus Martimbang, Kepala Departemen Riset dan Kajian Strategis PPI Jerman.
Pernyataan sikap PPI Jerman merincikan tiga hal utama, yaitu filosofi pembangunan Indonesia, pemberdayaan sumber daya nikel secara teknis, dan inovasi sebagai strategi hilirisasi. Pernyataan sikap ini dihasilkan melalui diskusi bersama mahasiswa Indonesia di Jerman dalam Forum PPI Jerman No. 7 yang diselenggarakan pada Sabtu (29/07/2023) dengan judul "Larangan Ekspor Bahan Mentah dalam Konteks Kebijakan Hilirisasi Industri dan Ekonomi Ruang Indonesia".
Forum ini menghadirkan narasumber I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, S.H., M.Hum., LLM., PhD., dan Prof. Dr. Delik Hudalah, S.T., M.T., M.Sc., serta diikuti oleh lebih dari 100 pelajar Indonesia di Jerman secara daring. Pelaksanaan forum ini merupakan hasil kerjasama antara PPI Jerman, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jerman, dan Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (Kabinet KM ITERA).
"I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, PhD, mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mengolah nikel menjadi baterai, digunakan secara luas pada kendaraan listrik, dan dilakukan secara konsisten sehingga dapat membuktikan di hadapan WTO bahwa nikel adalah produk esensial bagi Indonesia."
Di sisi lain, Prof. Delik Hudalah menyoroti pentingnya perubahan paradigma dari pengembangan sumber daya alam menjadi pengembangan berbasis pengetahuan dalam konteks pembangunan wilayah dan perkotaan. "Hilirisasi itu penting, tetapi kita juga perlu membangun pondasi yang kuat, termasuk budaya pengetahuan dan kerangka hukumnya. Ini memerlukan proses trial and error yang membutuhkan komitmen jangka panjang," ujar Prof. Delik Hudalah saat menyimpulkan paparannya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait