Kasus ini berawal ketika beberapa tersangka dalam kasus ini bertemu dengan mantan petinggi PT Timah Tbk. (TINS) untuk melakukan penambangan pada tahun 2018.
Petinggi PT Timah tersebut, yaitu Riza Pahlevi dan Emil Emindra, diduga memfasilitasi penambangan timah secara ilegal. Dari pertemuan tersebut, terjadi kerjasama antara PT Timah dan beberapa perusahaan dengan menyewa peralatan untuk proses peleburan.
Untuk membuat bijih timah ilegal terlihat legal, beberapa perusahaan swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK).
Selain itu, tersangka penyelenggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka yang menambang timah dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan bijih timah, diputuskan untuk melibatkan tujuh perusahaan boneka, yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait