Dia harus berbagi hasil keringat. Roni biasanya setor Rp50.000 per hari jika kondisi sepi. Namun jika ramai, dia menyetor ke jaringannya Rp70.000-100.000.
Dalam mengelola parkir, Roni mengaku hanya berbekal peluit usang dan rompi oranye yang dikenakan. Dalam pengakuannya, ia sudah lima tahun bekerja sebagai juru parkir. Selama itu Roni mengaku tidak pernah disanksi petugas dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok.
Sementara itu juru parkir lainnya Engkus mengatakan menekuni pekerjaan sebagai juru parkir sudah tiga tahun. Sehari-hari, mengatur parkiran di depan toko obat yang berada di Jalan Tole Iskandar. Setiap bulan Engkus harus menyetor uang keamanan kepada ormas yang mengklaim sebagai pemilik lahan. Nominal setoran tergantung penghasilan yang didapat. Ia bisa mengantongi uang hingga Rp150.000 per hari. Ia memberi setoran ke ormas Rp100.000 setiap bulan.
Baik Roni maupun Engkus menyadari bahwa yang mengelola parkir adalah Dinas Perhubungan Kota Depok. Tapi mereka menilai Dishub tak ambil pusing. Roni mengatakan parkir di jalan Margonda, samping Kantor Wali Kota Depok banyak ditemukan parkir liar sehingga menimbulkan kemacetan. Menurutnya, semrawutnya parkir karena Dishub hanya memberikan teguran saja bagi pengendara yang terbukti parkir memakan sisi jalan hingga kendaraan membeludak.
Kantong Parkir
Kurangnya lahan parkir pada kawasan yang menjadi pusat aktivitas masyarakat menyebabkan kendaraan menggunakan badan jalan sebagai tempat parkir. Hal tersebut menyebabkan kapasitas ruas jalan atau simpang menjadi berkurang dan menyebabkan arus lalu lintas terhambat.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait