“Kami juga menyerahkan bukti kuat terkait masalah tenggat waktu pengajuan permohonan. Termohon mengklaim kami melewati tenggat waktu tiga hari setelah penetapan hasil, padahal peraturan PKPU menyebut tenggat waktu dimulai sejak pengumuman. Namun, pengumuman baru dilakukan setelah 7 Desember, sehingga permohonan kami masih sah,” lanjutnya.
Menurut Satria, pihak termohon juga menggabungkan rapat rekapitulasi suara dengan penetapan pasangan calon tanpa pemberitahuan yang jelas. Hal ini menjadi salah satu inti keberatan yang diajukan ke MK.
Ia berharap semua bukti yang disampaikan dapat menjadi landasan majelis hakim dalam memutus perkara ini, termasuk dugaan upaya menghalangi proses hukum (obstruction of justice) yang dialaminya sebagai ASN.
“Dalam peraturan MK dan Bawaslu, ASN diperbolehkan menjadi kuasa hukum untuk sengketa pilkada. Namun, ada upaya pihak tertentu untuk menghalangi langkah hukum kami,” tegasnya.
Satria juga berharap fenomena ini menjadi perhatian pembuat undang-undang agar kasus serupa dapat dicegah di masa depan.
Sebagai informasi, pasangan calon Adi Erlansyah dan Hisbullah Huda mengajukan permohonan ke MK terkait dugaan pelanggaran administrasi dalam penetapan hasil pemilihan. Dalam hasil rekapitulasi suara, Paslon Nomor Urut 3, Riyanto Parnungkas dan Umi Laila, meraih 107.249 suara, diikuti Paslon Nomor Urut 1, Fauzi dan Laras Tri Handayani (57.422 suara), Paslon Nomor Urut 2, Adi Erlansyah dan Hisbullah Huda (40.600 suara), serta Paslon Nomor Urut 4, Ririn Kuswantari dan Wiryawan Sadad (21.605 suara).
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait