JAKARTA, iNews Tangsel.id- Karya film kolaborasi rumah produksi Come and See Pictures bersama dengan studio Hollywood Amazon MGM Studios siap menghadirkan
Film terbaru Pengepungan di Bukit Duri (The Siege at Thorn High)
Film yang menjadi kolaborasi pertama antara rumah produksi Indonesia dengan studio legendaris Hollywood tersebut dan di sutradarai sekaligus produser, penulis skenario Joko Anwar ini sebuah bentuk keprihatinan sekaligus refleksi atau juga respon dirinya atas potret bangsa mengenai situasi sosial yang terjadi akhir akhir ini.
Melalui film Pengepungan di Bukit Duri, Joko Anwar merespons situasi terkini Indonesia yang amat relevan tentang isu kekerasan dan urgensi pembenahan pendidikan Indonesia, menyangkut masa depan remaja Indonesia yang terjebak dalam situasi terpuruk.
Joko Anwar mengatakan bahwa kisah dalam Pengepungan di Bukit Duri adalah potret bangsa ini, sekaligus pengingat untuk terus bercermin.
“Pengepungan Bukit Duri mengajak penonton untuk membuka pikiran kita tentang kekerasan yang bisa dibicarakan secara terbuka. Kadang, yang paling menakutkan bukan kekerasan itu sendiri, tetapi sistem yang membiarkannya tumbuh."katanya dalam jumpa pers film Pengepungan di Bukit Duri di XXI Epicentrum, kemarin.
Pada bagian awal, Pengepungan di Bukit Duri langsung mengangkat isu diskriminasi dan sentimen rasial. Seiring berjalannya cerita, satu persatu muncul pula isu-isu lain yang turut memberi warna dan realitas atas yang terjadi saat ini begitu apik tergambar dalam film ini.
Sutradara kelahiran Medan, 3 Januari 1976 ini mengakui bahwa film ini memang berangkat dari keresahan akan budaya-budaya yang selama ini menghambat masyarakat untuk maju, dan semua itu berakar dari persoalan pendidikan.
“Beberapa budaya seperti kekerasan, korupsi, semuanya ternyata mungkin terkait dengan gagalnya sistem pendidikan di Indonesia, sehingga kita menjadikan sekolah sebagai setting sentral dari cerita ini." tutur alumnus ITB jurusan teknik penerbangan ini.
Morgan Oey, selaku pemeran Edwin berharap penonton dan masyarakat Indonesia dapat menjadikan film Pengepungan di Bukit Duri sebagai medium untuk terapi. Menurutnya, isu-isu tentang kekerasan dan trauma di masa lampau, dapat dibicarakan dengan lebih terang.
"Selain membahas tentang ketidaksejahteraan profesi guru dan kekerasan remaja, film Pengepungan di Bukit Duri juga membahas tentang dampak dari diskriminasinyang terjadi, yang di film ini dialami oleh Edwin. Selama ini, kita dan bahkan negara tidak pernah acknowledge tentang dampak diskriminasi dan trauma yang dialami," beber Morgan Oey.
"Lewat peran ini, saya merasa ini juga menjadi bagian dari proses terapi. Isu dan permasalahan yang ada di film ini, akan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Diskriminasi bukan saja rasial, tetapi juga adanya ketidakadilan sosial yang terjadi. Semoga film ini bisa menjadi pembuka banyak ruang diskusi dan bisa acknowledge satu sama lain,” lanjutnya.
Melalui film Pengepungan di Bukit Duri, produser Tia Hasibuan mengharapkan penonton bisa memulai percakapan tentang apa yang saat ini terjadi di Indonesia, serta tak melupakan sejarah kekerasan yang pernah dialami oleh bangsa kita pada masa lampau.
Menurut Tia, sejarah bisa berulang jika kita tidak hati-hati dan memperhatikan tentang peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya. Untuk itu, alih-alih melupakan, justru harus dibicarakan.
“Di film ini, bukan hanya berbicara tentang kekacauan di masa lalu tapi juga keresahan di masa sekarang, dan kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan. Cerita di filmnya terjadi pada tahun 2027. Di film ini, kami taruh sebagai peringatan untuk kita semua, yang sifatnya urgent, karena 2027 itu sebentar lagi,” kata produser film Pengepungan di Bukit Duri Tia Hasibuan.
Pihaknya selalu berkomitmen untuk membuat karya yang jujur, berani, dan relevan secara sosial tapi jiuga berusaha mendorong batas-batas naratif perfilman Indonesia. Film ini bukan hanya hiburan tapi juga sebagai perenungan dan refleksi.
“Visual yang kami tampilkan didesain sedemikian rupa, kami berharap dengan film ini, kita bisa memulai percakapan tentang kekerasan remaja, luka, trauma, dan rekonsiliasi,” sambung Tia.
Joko Anwar menimpali bahwa mengapa film ini dibuat dengan genre thriller-action, kalau dalam format yang menggurui, agar bisa disebarkan ke lebih banyak orang. Meski filmnya ‘tidak menghibur’ tapi gampang untuk diikuti, semoga ini akan memantik percakapan.
Terkadang, sebagai bangsa kita denial. Sering menganggap diri kita religius tapi ternyata korupsinya banyak. Kita menganggap diri kita bangsa yang ramah ke orang Negara lain tapi tidak ramah ke sesama.
“Kita sering membuat image dalam rangka untuk denial. Film ini ditampilkan sedemikian rupa, dengan sangat terukur, untuk menampilkan kenyataan yang ada di masyarakat,” tutup Joko Anwar.
Pengepungan di Bukit Duri merupakan film drama-thriller yang memberikan ketegangan intens, digambarkan dengan situasi yang terjadi di Indonesia pada 2027. Dalam film itu, Joko Anwar memberikan intensitas ketegangan dari awal hingga akhir secara konsisten.
Dengan berani, Pengepungan di Bukit Duri menggambarkan situasi yang mungkin saja akan terjadi pada 2027, bila semua tidak bersuara untuk melakukan pembenahan. Kekerasan-kekerasan yang terjadi, direpresentasikan dalam aksi laga yang mengancam nyawa di dunia sekolah
Sebagai informasi, Pengepungan di Bukit Duri mengikuti kisah Edwin (Morgan Oey). Sebelum kakaknya meninggal, Edwin berjanji untuk menemukan anak kakaknya yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah.
Di sana, Edwin harus berhadapan dengan murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya. ketika akhirnya ia menemukan anak kakaknya, kerusuhan pecah di seluruh kota dan mereka terjebak di sekolah, melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Film Pengepungan di Bukit Duri dibintangi oleh Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Pitrashata Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana.
Selanjutnya ada Raihan Khan, Farandika, Millo Taslim, Sheila Kusnadi, Shindy Huang, Kiki Narendra, Lia Lukman, Emir Mahira, Bima Azriel, Natalius Chendana, dan Landung Simatupang ini rencananya akan tayang di jaringan bioskop Indonesia pada 17 April 2025.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait