Sertifikat Tanah 1961–1997 Wajib Diubah ke Elektronik, Komisi II DPR: Jangan Sulitkan Rakyat Kecil

Hasiholan
Digitalisasi sertifikat tanah tidak boleh dilakukan sebelum sistem keamanan data benar-benar siap. Foto Istimewa

Toha juga menekankan pentingnya keamanan data digital dalam implementasi Sertipikat-el. Menurutnya, risiko peretasan dan penyalahgunaan data harus menjadi perhatian utama.

“Digitalisasi sertifikat tanah tidak boleh dilakukan sebelum sistem keamanan data benar-benar siap. Jangan sampai niat baik ini justru membuka celah bagi kejahatan siber yang mengancam hak kepemilikan rakyat,” kata legislator empat periode itu.

Ia menambahkan, proses alih bentuk sertifikat ini memerlukan biaya yang bisa memberatkan masyarakat. Selain biaya resmi sebesar Rp 50.000, ada juga biaya tambahan seperti fotokopi dokumen, pembelian materai, transportasi, hingga waktu tunggu yang lama.

“Biaya totalnya jelas lebih dari Rp 50 ribu. Apalagi kalau masyarakat tinggal jauh dari kantor BPN, mereka harus keluar ongkos dan waktu yang tidak sedikit,” ujarnya.

Toha pun mengingatkan bahwa transformasi digital dalam layanan pertanahan harus tetap menjunjung keadilan dan aksesibilitas.

“Modernisasi itu penting, tapi hak-hak dasar rakyat harus dijaga. Jangan sampai digitalisasi sertifikat tanah justru meminggirkan mereka yang belum akrab dengan teknologi,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid mengimbau pemilik sertifikat tanah terbitan 1961–1997 segera melakukan konversi ke sertifikat elektronik. Menurutnya, sertifikat dari periode tersebut tidak memiliki peta kadastral sehingga perlu diperbarui.

 

Editor : Hasiholan Siahaan

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network